ilustrasi vaksin COVID-19 Spikevax produksi Moderna (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Selain itu, penelitian ini juga membagi para partisipan ke dalam empat kelompok:
- Baru divaksinasi: Menerima vaksinasi primer (dua dosis) minimal 3 bulan terakhir dan tak memiliki riwayat COVID-19.
- Lama divaksinasi: Menerima vaksinasi primer minimal 6–12 bulan terakhir dan tak memiliki riwayat COVID-19.
- Lama divaksinasi dengan infeksi: Menerima vaksinasi primer minimal 6–12 bulan terakhir dan memiliki riwayat COVID-19.
- Booster: Menerima dosis booster Pfizer-BioNTech atau Moderna minimal 3 bulan terakhir dan tak memiliki riwayat COVID-19.
Para peneliti mengukur respons neutralizing antibody (NAb) para partisipan terhadap pseudovirus tersebut. Sementara masih kuat melawan varian orisinal SARS-CoV-2, respons NAb memang melemah terhadap varian Delta dan Omicron.
Pada kelompok baru divaksinasi, lama divaksinasi dengan infeksi, dan booster, para peneliti melihat pengurangan respons NAb yang minim terhadap varian Delta. Kabar buruknya, respons NAb tak terdeteksi pada kelompok lama divaksinasi.
ilustrasi vaksin COVID-19 Comirnaty produksi Pfizer-BioNTech (reuters.com/Edgar Su)
Pada pseudovirus varian Omicron, ketiga kelompok lain tak berdaya. Namun, para peneliti menemukan bahwa hanya kelompok booster dengan vaksin mRNA Pfizer-BioNTech dan Moderna yang memperlihatkan aktivitas NAb terkuat melawan pseudovirus varian Omicron.
Kemudian, para peneliti membandingkan sampel serum dari keempat kelompok untuk membandingkan kelompok vaksinasi primer dan booster. Mereka menemukan bahwa mereka yang mendapatkan booster memiliki respons NAb dengan cakupan yang lebih luas terhadap Omicron.