Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak makan (pexels.com/Alex Green)

Intinya sih...

  • Prevalensi diabetes anak meningkat 70 kali lipat dibandingkan tahun 2010, disertai peningkatan obesitas 10 kali lipat dari tahun 1975-2017.
  • Kecanduan gula pada anak dapat menyebabkan perilaku ketergantungan dan memicu rasa lapar hingga tantrum.
  • Perilaku dari kecanduan gula mirip seperti kecanduan zat, yang mana efeknya termasuk makan berlebihan, gejala putus zat, dan keinginan yang kuat.

Angka obesitas pada anak makin meningkat, yang disertai dengan melonjaknya kejadian diabetes.

Prevalensi diabetes anak pada tahun 2022 diketahui meningkat 70 kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2010 atau 2 kasus per 100 ribu anak. Belum lagi angka obesitas, yang mengalami peningkatan 10 kali lipat dari tahun 1975 hingga 2017.

Saat ini, banyak jajanan mengandung gula dengan jumlah tinggi. Namun, dari sisi pemerintah belum ada batasan resmi untuk penggunaannya pada anak. Konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula ini pada akhirnya akan menyebabkan kecanduan. Hal ini menjadi pembahasan dalam media briefing Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dengan tema "Mengontrol Sugar Addiction pada Anak" yang dilangsungkan secara daring, pada Selasa (26/11/2024).

Apa yang terjadi saat anak kecanduan gula?

Dijelaskan oleh Anggota Unit Kerja Kooordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI, Prof. Dr. dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpA(K), perilaku dari kecanduan gula mirip seperti kecanduan zat, yang mana efeknya termasuk makan berlebihan, gejala putus zat, dan keinginan yang kuat.

"Setelah anak mengonsumsi gula, gula dalam darah akan sampai di otak dan merangsang reseptor dopamin dan opioid di dalam otak. Paparan berulang dalam konsentrasi berlebih akan menyebabkan perilaku ketergantungan dan mengurangi kemampuan regulasi pada anak," Prof. Siska menjelaskan.

Kecanduan gula akan memicu rasa lapar hingga tantrum yang akan mereda jika kembali diberi gula. Pola ini akan menjadi lingkaran setan yang akhirnya menyebabkan penyakit tidak menular.

Preferensi anak terhadap makanan manis

ilustrasi anak minum susu (pexels.com/Aziza Kallel)

Bayi memiliki preferensi terhadap rasa manis, asin, dan gurih. Oleh sebab itu, bayi yang baru lahir cenderung menyukai larutan yang manis dibandingkan dengan larutan yang kurang manis.

Selain bawaan, hal ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di rumah karena gaya hidup orang tua di rumah akan ditiru anak.

Penerimaan rasa dasar saat mereka mulai makan akan bergantung pada anak yang diberi ASI dengan susu formula.

"Bayi yang diberi susu formula dihadapkan pada rasa yang konstan, terutama rasa manis. ASI juga mempunyai rasa yang manis, tetapi dengan aroma berbeda-beda, tergantung pada nutrisi ibu. Jadi, apa yang dimakan ibu akan memberikan rasa pada ASI yang dikonsumsi bayi," kata Prof. Siska.

Bayi yang secara rutin diberi air manis akan menunjukkan preferensi yang lebih besar terhadap rasa manis, menunjukkan bahwa asupan minuman manis selama masa bayi dan anak usia dini dapat memengaruhi asupan minuman manis pada masa kanak-kanak dan remaja.

Dampak dan langkah penanganan

Dampak konsumsi gula berlebih meliputi:

  • Jangka pendek: Lonjakan energi berlebih, penurunan fokus, dan kerusakan gigi.
  • Perkembangan kognitif: Paparan gula jangka panjang dapat memengaruhi perkembangan otak anak.
  • Perubahan neurokimia otak: Konsumsi gula secara berkepanjangan dapat membuat jalur penghargaan otak kurang sensitif, sehingga memperkuat perilaku adiktif.

Orang tua bisa mengurangi gula dengan langkah-langkah ini:

  • Pilihan makanan: Ganti camilan manis dengan buah segar, yoghurt tanpa pemanis atau kacang.
  • Pengurangan bertahap: Perlahan membatasi makanan manis terproses dengan mengurangi gula tambahan dalam masakan secara perlahan untuk menyesuaikan selera.
  • Alternatif lain: Teh herbal atau susu tanpa pemanis bisa menjadi opsi atau dengan mendorong konsumsi air sebagai minuman utama, yang ditambahkan dengan irisan lemon atau buah.

Menurut Prof. Siska, orang tua harus berperan aktif untuk mencegah perilaku ini. Selain cara di atas, orang tua bisa menerapkan makan bersama dengan anak untuk mengontrol apa saja yang dikonsumsi, menjadi role model dengan mengurangi gula hingga membatasi kalori makanan yang dikonsumsi, sampai pada edukasi aktivitas fisik.

Dia juga menyebut bahwa dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga anak-anak dari konsumsi makanan dan minuman manis yang berlebihan, agar anak Indonesia bisa sehat dan terbebas dari penyakit yang seharusnya bisa dihindari.

Editorial Team