Wakil PM Rusia, Tatyana Golikova (tass.com)
Selanjutnya, hoaks tersebut mengatakan bahwa Rusia telah "melangkahi" WHO dengan mengautopsi jenazah COVID-19. Apakah betul WHO tidak mengizinkan? Diizinkan, kok. Malah, sesuai dengan pedoman autopsi untuk korban COVID-19 yang dirilis pada September 2020 lalu.
Rusia berpegang pada autopsi untuk menentukan kematian akibat COVID-19. Malah, Wakil Perdana Menteri Rusia, Tatyana Golikova, mengatakan pada Desember 2020 bahwa semua korban COVID-19 harus diautopsi, kecuali jika ada larangan agama.
“Kami melakukan autopsi pada 100 persen kasus di seluruh negeri, dengan beberapa pengecualian karena alasan keagamaan. Dalam kasus penyakit menular—seperti COVID-19—kami melakukan autopsi pada 100 persen kasus," ujar Tatyana, mengutip TASS pada 28 Desember 2020.
Bukan cuma Rusia, negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, hingga Italia juga melakukan autopsi pada korban COVID-19.
ilustrasi otopsi. (IDN Times/Mardya Shakti)
Setelah autopsi, Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan bahwa per 14 April 2021, telah ada 104.000 kematian akibat COVID-19. Selain itu, data dari Badan Statistik Negara Federal Rusia (Rosstat) memaparkan bahwa sejak pandemi dimulai, Rusia mencatat 243.083 kematian akibat COVID-19.
Menurut beberapa laporan Reuters, ribuan korban COVID-19 di Rusia dikatakan meninggal karena penyebab lain, atau komplikasi akibat COVID-19.
"Simpelnya, tidak ada yang pernah dianggap wafat 'karena' virus. Mereka meninggal karena komplikasi akibat virus," kata Alexey Erlikh, kepala unit perawatan jantung intensif sebuah rumah sakit Moskow, yang telah ditunjuk untuk menangani COVID-19.
Erlikh memperingatkan bahwa banyak orang menyayangkan kalau kematian akibat "komplikasi kronis" dari COVID-19 tidak seharusnya terhitung sebagai "kematian akibat COVID-19". Padahal, memang sudah seharusnya begitu!