"Hasil ini menunjukkan efek buruk jangka panjang COVID-19. Ini adalah bagian dari long COVID. Virus ini tak selalu jinak seperti yang banyak orang sangka," tutur Ziyad.
Dalam penelitian tersebut, kondisi neurologis terjadi 7 persen lebih banyak dalam kelompok COVID-19, dibanding kelompok yang tak memiliki riwayat COVID-19. Para peneliti menyepadankan angka tersebut dengan 6,6 juta pasien dengan kerusakan otak di AS yang terdampak akibat COVID-19.
Temuan serupa juga terlihat untuk komplikasi akibat COVID-19 yang disebut long COVID, yaitu brain fog. Dibanding yang tidak terkena COVID-19, mereka yang terkena COVID-19 berisiko 77 persen lebih tinggi terkena masalah daya ingat.
ilustrasi otak manusia (freepik.com/kjpargeter
"Gangguan-gangguan ini reda pada beberapa orang, tetapi membandel pada beberapa orang lainnya. Saat ini, proporsi mereka yang membaik dibanding mereka yang tidak membaik masih tak diketahui," kata Ziyad.
Menariknya, para peneliti mencatat meningkatnya kasus Alzheimer antara pasien COVID-19. Sebanyak dua dari 1.000 pasien COVID-19 terkena penyakit Alzheimer. Meski begitu, Ziyad mengatakan hal ini bukan berarti COVID-19 adalah penyebab pasti Alzheimer.
"Alzheimer perlu waktu bertahun-tahun untuk muncul. Akan tetapi, yang kami curigai adalah mereka yang memiliki kerentanan terhadap Alzheimer makin dirugikan karena COVID-19. Dengan kata lain, lebih cepat bagi mereka untuk terkena. Walaupun langka, tetapi tetap mengkhawatirkan," papar Ziyad.