Seseorang yang mengalami diskriminasi akan mengalami perubahan cara otak dan usus berkomunikasi satu sama lain, menurut temuan sebuah studi baru. Gangguan ini, kata para peneliti, dapat mendorong perilaku yang meningkatkan risiko obesitas.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Mental Health pada 2 Oktober 2023 ini melibatkan lebih dari 100 peserta, sebagian besar perempuan, yang mengisi kuesioner untuk mengukur pengalaman diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.
Para peserta kemudian menjalani pemindaian otak dan diperlihatkan gambar makanan bergula dan berlemak, seperti kue dan es krim, serta gambar makanan rendah gula dan rendah lemak seperti buah dan salad. Mereka juga memberikan sampel tinja sehingga para peneliti dapat mempelajari mikrobioma usus.
Pada individu yang melaporkan mengalami diskriminasi tingkat tinggi, foto makanan tidak sehat dan berkalori tinggi memicu respons yang lebih besar di wilayah frontal-striatal. Bagian otak ini juga terlibat dengan motivasi dan kendali eksekutif.
Respons yang meningkat tersebut dapat membuat orang mengonsumsi gula dan makanan berlemak tinggi, kata para peneliti dilansir NBC News.