ilustrasi pasangan yang sedang menantikan buah hati (pexels.com/Jonathan Borba)
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, eritroblastosis fetalis rentan terjadi pada ibu hamil yang berbeda status rhesus dengan janinnya. Percampuran darah rhesus negatif dan rhesus positif bisa membangkitkan respons imun yang dikenal sebagai sensitisasi rhesus.
Artinya, seorang perempuan dengan rhesus negatif akan menghasilkan antibodi untuk melawan paparan rhesus positif. Saat tubuh menerima paparan rhesus positif, maka sistem kekebalan tubuh akan mengidentifikasinya sebagai benda asing untuk kemudian diserang.
Eritroblastosis fetalis menyebabkan hemolisis atau kerusakan sel darah merah. Ketika proses hemolisis berlanjut, janin akan berusaha memproduksi lebih banyak sel darah merah. Namun, sel darah merah baru sering kali belum matang dan kurang berfungsi dengan optimal.
Produksi sel darah merah secara berlebihan dapat memengaruhi pembesaran organ hati dan limpa. Bayi yang terlahir dengan kondisi ini sering terdiagnosis mengalami anemia hemolitik.
Kasus berlanjut ketika sel darah merah yang belum matang terus dipecah yang dapat menyebabkan penumpukan bilirubin. Bilirubin yang berlebihan dalam tubuh bayi yang baru lahir akan menyebabkan penyakit kuning. Penyakit kuning ditandai dengan perubahan warna kulit dan sklera (bagian putih pada mata) menjadi kuning.