Dengan tingkat kematian hampir 100 persen pada manusia dan hewan, rabies tetap menjadi ancaman global, membunuh sekitar 59.000 orang setiap tahun, mengutip World Organisation for Animal Health.
Anjing adalah reservoir utama penyakit ini. Oleh karena itu, mengendalikan dan menghilangkan zoonosis yang mematikan berarti memeranginya pada sumber hewannya.
Selama lebih dari 4.000 tahun, rabies telah menjangkiti hampir setiap penjuru dunia dan banyak upaya telah dilakukan untuk memberantasnya. Sebagian besar kematian akibat rabies, baik pada manusia maupun hewan, disebabkan oleh kurangnya akses ke sumber daya kesehatan masyarakat dan pengobatan pencegahan. Artinya, negara-negara berpenghasilan rendah terkena penyakit ini secara tidak proporsional.
Menurut Pan American Health Organization, kasus rabies tercatat di semua benua, kecuali Antartika, tetapi lebih dari 95 persen kematian manusia tercatat di Asia dan Afrika.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) pada Jumat (2/6/2023) mengumumkan ada 11 kasus kematian yang disebabkan oleh rabies. Sebanyak 95 persen kasus rabies tersebut disebabkan oleh gigitan anjing.
“Sebanyak 95 persen kasus rabies pada manusia didapatkan lewat gigitan anjing yang terinfeksi. Ada juga beragam hewan liar yang bertindak sebagai reservoir virus di berbagai benua seperti rubah, rakun, dan kelelawar, tapi 95 persen karena gigitan anjing,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi, MPHM pada konferensi pers virtual, mengutip laman Kemenkes.
Untuk mewaspadai penyakit ini, yuk ketahui apa itu rabies, gejala dan penyebabnya, komplikasi yang bisa terjadi, hingga penanganannya.