ilustrasi saraf (pixabay.com/ColiN00B)
Penelitian ini bukan tanpa kekurangan. Salah satu kekurangan yang paling jelas adalah ukuran sampelnya yang kecil. Oleh karena itu, kecil kemungkinan studi ini bisa menjelaskan mekanisme dan penyebab di balik gangguan saraf pada long COVID.
Selain itu, para pasien didominasi oleh orang berkulit putih (94 persen). Dengan demikian, hasil kemungkinan besar bisa berbeda pada kelompok etnis lain. Meski begitu, yang mengejutkan dari penelitian ini adalah penampakan gejala pada pasien bergejala ringan, bukan berat.
Meski berfokus pada long COVID, ada beberapa faktor yang bisa mendasari SFN. Selain COVID-19, ada baiknya penelitian selanjutnya juga menyertakan berbagai faktor seperti diabetes, kekurangan vitamin B12, gangguan tiroid, konsumsi alkohol, hingga kondisi autoimun sekaligus solusinya.
Sementara IVIg menunjukkan potensi pencegahan SFN pada long COVID, obat ini memiliki sejumlah kekurangan. Beberapa kelemahan IVIg adalah pemberiannya secara intravena, ketersediaan, hingga perlunya evaluasi dan pemantauan. Apakah IVIg bisa menghapus imun dari riwayat infeksi COVID-19? Hal ini juga perlu dibahas lebih lanjut.