Berbicara mengenai penyebab obesitas, dr. Piprim dan dr. Faizi sama-sama sepakat bahwa makanan bisa memengaruhi risiko obesitas. Jika indeks glikemik tinggi, gula darah dan insulin meningkat sementara glukagon turun. Akibatnya, anak menjadi lebih mudah lapar.
"Pemilihan jenis makanan amat penting. Bisa membahayakan kesehatan, hingga terjadi penumpukan lemak di jantung hingga hati," kata dr. Piprim.
Oleh sebab itu, pemberian air susu ibu (ASI) kepada anak sangat disarankan. Ini karena sering kali, orang tua kebablasan memberikan susu botol kepada anak, yang merupakan kebiasaan yang turut berkontribusi ke faktor obesitas. Tidak hanya mencegah tengkes, ASI juga dapat mencegah obesitas anak.
Makanan pendamping ASI (MPASI) dengan protein hewani juga patut diutamakan. Sebagai real food (makanan yang tak diproses), protein hewani yang dipadukan dengan serat dari sayur dan buah bisa mencegah stunting dan obesitas karena bisa mengenyangkan dalam waktu lama.
"Kalori tidak hanya sekadar kalori, tetapi lihat asal kalorinya. Jika miskin protein hewani, tidak baik untuk kesehatan anak-anak kita. Banyak makanan Indonesia yang real food, pepes ikan, rendang, opor, hingga pindang telur. Ini mengenyangkan. Tidak akan snacking," tutur dr. Piprim.
ilustrasi bayi memulai MPASI (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Lalu, bagaimana jika anak sudah keburu obesitas dan memiliki kebiasaan makan buruk? Dokter Piprim mengatakan bahwa pertama, ia harus kembali ke real food.
Pilihan makan dengan indeks glikemik tinggi (gula, karbohidrat, dan tepung) bisa memicu obesitas. Akibatnya, anak bisa mengalami sugar spike dan sugar crash, jadi anak cepat lapar sehingga cummulative energy intake berlebihan.
Oleh sebab itu, dr. Piprim menyarankan protein hewani dan mencegah karbohidrat cepat serap atau refined carbs, dan mengganti gula dengan pemanis non kalori, seperti stevia.
"Nasi saja sudah sumber gula. Tanpa tambahan gula, sebenarnya karbohidrat adalah sumber gula sendiri," kata dr. Faizi menambahkan.
Tentu saja, sebagai bagian dari pola hidup sehat demi mencegah obesitas dan stunting, olahraga (30 menit per hari atau 150 menit per minggu sesuai fisik anak) juga perlu. Namun, jika ternyata pola makan anak yang salah, disarankan untuk memperbaiki dulu pola makannya sebelum mengajak anak berolahraga.
"Peran pola makan lebih besar dibanding pola gerak. Sulit anak obesitas untuk diajak berolahraga. Setelah berubah pola makannya, bisa disertai olahraga yang sesuai usianya," ucap dr. Piprim.