ilustrasi pemeriksaan balita ke dokter (freepik.com/freepik)
Walaupun steroid hanya bisa didapat dengan resep dokter dengan indikasi medis, tetapi di lapangan pemberian "liar" kerap terjadi.
Dari pemangku kebijakan, terkait mudahnya pemberian obat ini, steroid adalah obat lambangnya "K", yang berarti obat yang harus dengan resep dokter. Jadi diusahakan pembelian di mana pun harus menggunakan resep dokter.
Selain itu dokter maupun tenaga kesehatan harus menyadari bahwa steroid dapat menyebabkan efek samping, sehingga pemberian resep harus sesuai dengan indikasi.
Satu aspek yang harus diperbaiki adalah regulasi, misalnya tidak bisa mendapatkan obat steroid online tanpa resep dokter.
"Kalau dari cerita viral itu, dia bisa mendapatkan obat online tanpa harus ada resep dokter dan sudah membelinya berulang kali. Jadi itu yang mungkin harus diawasi."
Kasus ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Kasus serupa telah tercatat di lingkungan klinis. Obat bukan cuma diberikan oleh baby sitter, bahkan oleh orang tuanya.
"Tidak hanya oleh baby sitter-nya, saya juga menemukan orang tua yang ingin anaknya gemuk. Saya ada pasien yang minum obat steroid ini selama dua tahun. Setelah dua tahun baru ditemukan oleh dokter anak, kok badannya pendek? Barulah menyadari bahwa efek dari obat inilah yang menyebabkan anak tidak tumbuh," Dr. Agustini bercerita.
Walaupun prevalensi pemberian steroid tanpa indikasi di Indonesia tidak diketahui karena tidak ada datanya, tetapi dalam praktik klinis kasus seperti ini telah dijumpai dan ini bisa merupakan fenomena gunung es.
"Kalau dalam praktik klinis sehari-hari kita melihat memang ada beberapa. Cuma yang tidak ketahuan dan sebagainya, itu fenomena gunung es yang kelihatan saja di puncaknya gara-gara kasus ini tapi mungkin di bawahnya ini kemungkinan bisa banyak."