Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, Dampak

Ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku

Disonansi kognitif merupakan teori yang termasuk dalam psikologi sosial yang mengacu pada konflik mental. Kondisi ini termanifestasi dalam bentuk ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku. Dengan kata lain, seseorang bisa memegang dua keyakinan namun bertentangan satu sama lain. 

Disonansi kognitif menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Hal ini karena seseorang cenderung mencari konsistensi dalam sikap dan persepsi, sehingga konflik yang timbul lebih sering memengaruhi diri sendiri secara internal.

Menarik untuk diketahui, berikut adalah ulasan lengkap dari perspektif kesehatan terkait disonansi kognitif.

1. Sejarah singkat

Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, DampakIlustrasi laki-laki sedang membaca buku (pexels.com/Huy Phan)

Psikolog sosial asal Amerika Serikat (AS), Leon Festinger, mencetuskan teori disonansi kognitif dalam bukunya A Theory of Cognitive Dissonance pada tahun 1950-an. Ia memaparkan bahwa orang mengalami ketidaknyamanan saat mereka memegang keyakinan yang saling bertentangan. Di samping itu, orang juga bisa mengalami ketidaknyamanan apabila berkaitan dengan pertentangan antara tindakan dan keyakinan.

Sejak gagasan tersebut tercetus, disonansi kognitif telah menjadi bahasan yang menarik untuk diteliti dan paling berpengaruh dalam psikologi sosial. Penting untuk dipahami bahwa disonansi kognitif tidak terjadi secara otomatis ketika seseorang memegang keyakinan yang berlawanan. Mereka harus memiliki kesadaran akan inkonsistensi untuk merasakannya. 

2. Tanda

Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, Dampakilustrasi disonansi kognitif (pexels.com/nappy)

Setiap orang bisa mengalami disonansi kognitif sampai pada tingkat tertentu. Kendati demikian, hal ini bukan berarti selalu mudah untuk teridentifikasi. Beberapa tanda yang bisa dikaitkan dengan indikasi disonansi kognitif mencakup:

  • Merasa tidak nyaman sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan.
  • Mencoba merasionalisasi keputusan yang telah dibuat atau tindakan yang telah diambil.
  • Merasa malu mengenai sesuatu yang telah dilakukan dan berusaha menyembunyikan tindakan tersebut dari orang lain.
  • Mengalami penyesalan atau rasa bersalah tentang sesuatu yang telah dilakukan di masa lampau.
  • Melakukan sesuatu karena tekanan sosial atau takut ketinggalan tren (bahkan jika hal tersebut bukan sesuatu yang ingin dilakukan).

Baca Juga: Mengenal Distorsi Kognitif, Apa Bedanya dengan Sesat Pikir?

3. Penyebab 

Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, Dampakilustrasi disonansi kognitif (pexels.com/Kampus Production)

Beberapa situasi berbeda sering kali dapat menciptakan konflik yang dapat mengarah pada disonansi kognitif. Situasi tersebut lekat dengan keadaan:

  • Keharusan yang dipaksa: Seseorang terkadang mendapati dirinya terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan keyakinan diri sendiri. Hal tersebut bisa dikaitkan dengan ekspektasi eksternal, termasuk dalam urusan pekerjaan, pendidikan, atau situasi sosial.
  • Terpapar dengan situasi yang baru: Mempelajari situasi baru dapat menyebabkan perasaan disonansi kognitif muncul. Contoh kasusnya adalah ketika seseorang terlibat dalam perilaku yang kemudian dirasa "berbahaya", hal tersebut dapat menyebabkan perasaan yang tidak nyaman.
  • Pengambilan keputusan: Ketika dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama menarik, seseorang sering kali terjebak dalam perasaan disonansi karena dua pilihan tersebut. Namun, setelah pilihan telah dibuat, seseorang perlu menerapkan strategi untuk mengurangi perasaan tidak nyaman yang melanda.

4. Faktor yang memengaruhi

Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, Dampakilustrasi disonansi kognitif (pexels.com/Theo Decker)

Tingkat disonansi yang dialami seseorang dapat terjadi bergantung pada faktor-faktor yang berbeda. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat disonansi kognitif terdiri dari:

  • Jenis keyakinan: Keyakinan yang lebih pribadi mengarah pada disonansi kognitif yang lebih signifikan.
  • Nilai keyakinan: Keyakinan yang dijunjung tinggi orang cenderung menyebabkan disonansi kognitif yang lebih besar.
  • Ukuran perbedaan: Perbedaan substansial antara keyakinan yang saling bertentangan akan menghasilkan lebih banyak disonansi kognitif.

5. Dampak

Disonansi Kognitif: Tanda, Penyebab, Pengaruh, Dampakilustrasi disonansi kognitif (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, disonansi kognitif dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan yang dirasakan dapat termanifestasi ke dalam berbagai cara, termasuk:

  • Perasaan malu.
  • Perasaan menyesal.
  • Kecemasan.
  • Kesedihan.
  • Tertekan.

Disonansi kognitif dapat memengaruhi perasaan dan pandangan orang tentang dirinya sendiri. Kondisi ini juga berdampak pada perasaan negatif tentang harga diri dan kepercayaan diri. Selain itu, disonansi kognitif dapat memengaruhi pola pikir, tindakan, dan pengambilan keputusan.

Memperbaiki pemikiran yang bertentangan adalah salah satu cara paling efektif untuk mengatasi disonansi kognitif. Namun, hal ini bisa dikatakan cukup sulit untuk dilakukan. Dengan demikian, perlu tekad yang kuat untuk menghalau praktik disonansi kognitif.

Baca Juga: Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya