Seorang nakes menyuntikkan vaksin COVID-19. (kominfo.go.id)
Klaim mendapatkan vaksin COVID-19 sebanyak 16 kali terdengar mencurigakan? Prof. Zullies pun berharap hal tersebut bisa dibuktikan. Apakah Abdul hanya mencari sensasi atau memang benar ia disuntik hingga sebanyak itu?
"Bisa dilihat siapa yang menyuntikkan, di mana vaksin diberikan, pasti ada. Barulah terlihat apakah benar ia disuntik hingga 16 kali atau hanya ngomong doang," kata Prof. Zullies.
Dari kejadian ini, ia mengatakan ada dua hal yang bisa kita cerna. Pertama, ini bisa menyingkap masalah administratif vaksinasi COVID-19.
"Kok, bisa terjadi? Apakah tak ada check-and-recheck? Mungkin, berarti ada kecolongan. Biasanya, vaksinasi butuh dokumen seperti KK atau KTP, dan seharusnya bisa dicek," ujar Prof. Zullies.
ilustrasi suntikan vaksin (freepik.com/freepik)
Prof. Zullies menyayangkan bahwa masih ada yang takut divaksinasi hingga mencari jalan pintas, yaitu dengan joki. Padahal, selain rugi secara finansial, mereka yang mau membayar joki vaksin terancam tidak mendapatkan manfaat vaksin COVID-19.
Ia pun khawatir dengan Abdul dan joki vaksin lainnya. Mengesampingkan potensi risiko penyalahgunaan vaksin COVID-19, apa yang membuat mereka menutup mata dan pasrah?
"Mungkin karena masalah uang sehingga ia menutup mata atau karena tidak mengerti. Biasanya, orang-orang pasti takut akan ada efek samping. Wajar untuk 2–3 dosis, bagaimana kalau 16 sampai kali? Apakah tidak takut?" pungkas Prof. Zullies.