ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Novaya Siantita)
Tim medis mendiagnosis pasien dengan prosopometamorphopsia (PMO), kondisi langka yang membuat otak salah menafsirkan wajah manusia. Akibatnya, fitur wajah tampak terdistorsi—bisa melebar, memanjang, atau bergeser dari posisi aslinya.
Ada dua bentuk PMO: hemi-PMO, yang mana cuma satu sisi wajah yang terdistorsi, dan full-face PMO, ketika seluruh wajah tampak berubah. Kondisi ini dapat dipicu oleh gangguan pada struktur otak, atau penyakit seperti epilepsi, migrain, hingga stroke.
Awalnya, dokter meresepkan valproic acid, antikejang yang juga digunakan untuk meredakan migrain dan gangguan bipolar. Obat ini berhasil menekan halusinasi visual sang pasien, tetapi kemudian ia mulai mendengar suara keras saat tidur. Terapi diganti dengan rivastigmine, obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia akibat penyakit Alzheimer atau Parkinson.
Setelah tiga tahun menjalani pengobatan, halusinasi pasien berkurang drastis. Ia bisa kembali bekerja dan menjalin hubungan sosial dengan lebih stabil.
PMO adalah gangguan yang langka, tercatat hanya sekitar 81 kasus yang dilaporkan dalam 100 tahun terakhir. Umumnya, efek distorsi wajah ini bertahan selama beberapa hari atau minggu. Namun, dalam kasus unik ini, pasien terus-menerus melihat wajah manusia sebagai naga.
Meski penyebab spesifik persepsi reptilianya belum bisa dijelaskan, tetapi kasus ini membuka wawasan baru tentang betapa rumitnya cara otak manusia mengenali wajah, dan bagaimana sedikit gangguan dalam jaringan otak dapat mengubah realitas menjadi sesuatu yang sepenuhnya berbeda.
Referensi
"Rare condition made a woman see people as dragons." Live Science. Diakses November 2025.
Jan Dirk Blom et al., “Prosopometamorphopsia and Facial Hallucinations,” The Lancet 384, no. 9958 (November 1, 2014): 1998, https://doi.org/10.1016/s0140-6736(14)61690-1.
Jan Dirk Blom et al., “A Century of Prosopometamorphopsia Studies,” Cortex 139 (March 12, 2021): 298–308, https://doi.org/10.1016/j.cortex.2021.03.001.