Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang perempuan mengalami gejala anemia.
ilustrasi perempuan mengalami gejala anemia (freepik.com/Jcomp)

Intinya sih...

  • Menstruasi merupakan penyebab utama anemia pada perempuan usia subur.

  • Kekurangan nutrisi penting seperti zat besi, vitamin B12, folat, dan vitamin C juga berperan besar dalam berkembangnya anemia.

  • Risiko anemia meningkat setelah menopause dan masalah ginekologi dapat memicu kondisi ini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah merasa cepat lelah, pusing, atau wajah tampak lebih pucat dari biasanya, padahal aktivitas tidak terlalu berat? Banyak perempuan mengira itu hanyalah efek kurang tidur atau kecapekan biasa. Padahal, bisa jadi tubuh sedang memberi sinyal kekurangan zat besi atau anemia.

Faktanya, anemia jauh lebih sering dialami perempuan dibanding laki-laki. Anemia adalah kondisi ketika jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin dalam tubuh lebih rendah dari normal. Salah satu penyebab paling umum adalah kekurangan zat besi, yang dikenal sebagai anemia defisiensi besi.

Apa sebenarnya yang membuat perempuan begitu rentan terkena anemia? Berikut kita akan mencoba mengeksplorasinya lebih dalam.

1. Kehilangan darah saat menstruasi

Menstruasi adalah penyebab utama mengapa perempuan usia subur rentan mengalami anemia. Pada sebagian perempuan, perdarahan menstruasi bisa sangat banyak atau berlangsung lama, kondisi yang secara medis disebut menoragia.

Perdarahan lebih dari 80 mililiter per siklus atau lebih dari tujuh hari dapat menguras cadangan zat besi tubuh. Karena zat besi ikut keluar bersama darah, tubuh kesulitan mempertahankan kadar hemoglobin yang normal. Akibatnya, muncul gejala seperti lemas, mudah capek, sesak napas, hingga kulit terlihat pucat.

2. Kekurangan nutrisi penting

Anemia tidak hanya disebabkan oleh kekurangan zat besi. Defisiensi vitamin B12, folat, dan vitamin C juga berperan besar.

Vitamin B12 dan folat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sintesis DNA. Kekurangan vitamin B12 bisa terjadi akibat asupan yang kurang atau gangguan penyerapan, sementara kekurangan folat sering berkaitan dengan pola makan, terutama pada perempuan hamil. Vitamin C sendiri membantu penyerapan zat besi dari makanan nabati—tanpanya, zat besi sulit diserap secara optimal.

Faktor sosial ekonomi dan budaya juga berpengaruh. Akses terbatas terhadap makanan bergizi atau pola makan vegetarian ketat tanpa perencanaan yang baik dapat meningkatkan risiko kekurangan nutrisi ini.

3. Risiko anemia setelah menopause

ilustrasi usia menopause (pexels.com/cottonbro studio)

Setelah menopause, risiko anemia bisa meningkat. Penuaan dan perubahan hormon memengaruhi kemampuan tubuh menyerap dan memanfaatkan nutrisi. Produksi asam lambung menurun sehingga penyerapan zat besi dan vitamin B12 menjadi kurang efektif.

Selain itu, perempuan pascamenopause lebih rentan terhadap penyakit kronis seperti gangguan ginjal atau radang usus, yang dapat mengganggu produksi sel darah merah. Fungsi sumsum tulang juga ikut menurun seiring usia.

4. Rentang usia reproduktif yang panjang

Perempuan mengalami menstruasi sejak usia sekitar 12–15 tahun hingga menopause pada usia 45–55 tahun. Artinya, selama 35–40 tahun, tubuh mengalami kehilangan darah setiap bulan.

Setiap siklus menstruasi dapat menyebabkan kehilangan darah sekitar 30–80 mililiter. Ditambah kehamilan dan persalinan yang meningkatkan kebutuhan zat besi, tak heran jika anemia defisiensi besi lebih banyak dialami perempuan. WHO bahkan memperkirakan sekitar 30 persen perempuan usia 15–49 tahun mengalami anemia.

5. Masalah ginekologi

Masalah ginekologi dapat meningkatkan risiko anemia pada perempuan karena sering berkaitan dengan perdarahan berlebih. Miom rahim misalnya, dapat menyebabkan menstruasi menjadi lebih deras dan berlangsung lebih lama, sehingga tubuh kehilangan zat besi dalam jumlah besar secara berulang. Endometriosis juga berperan, karena kondisi ini kerap memicu nyeri hebat dan perdarahan menstruasi yang tidak normal. 

Selain itu, gangguan hormon, polip rahim, dan siklus haid yang tidak teratur dapat membuat kehilangan darah sulit dikontrol. Jika tidak disadari dan ditangani, kondisi-kondisi ini perlahan menguras cadangan zat besi dan memicu anemia.

Cara meningkatkan kadar zat besi

ilustrasi suplemen zat besi (pexels.com/Karola G)

Untuk menurunkan risiko anemia, perempuan perlu lebih proaktif menjaga asupan zat besi. Konsumsi makanan kaya akan zat besi, seperti daging merah, hati, dan seafood. Bagi vegetarian, pilihan seperti kacang-kacangan, lentil, biji-bijian, dan sayuran hijau bisa menjadi alternatif.

Memasak menggunakan alat berbahan besi cor juga terbukti dapat meningkatkan kandungan zat besi dalam makanan. Selain itu, kombinasikan makanan tinggi zat besi dengan sumber vitamin C agar penyerapannya lebih maksimal. Jika diperlukan, suplemen zat besi bisa menjadi solusi.

Anemia pada perempuan bukan sekadar masalah sepele, melainkan kondisi yang dipengaruhi banyak faktor biologis dan gaya hidup. Mengenali gejalanya sejak dini adalah langkah penting untuk pencegahan.

Dengan memahami penyebabnya dan menjaga asupan nutrisi, perempuan bisa lebih berdaya dalam mengelola kesehatannya. Jika ada keluhan yang mencurigakan, jangan ragu berkonsultasi dengan tenaga medis. Tubuh yang sehat adalah modal utama untuk menjalani hidup yang aktif dan berkualitas.

Referensi

"Women Are More Prone to Experience an Iron Deficiency Than Men." Cheyenne Mountain Gynecology. Diakses pada Desember 2025.

"The Reason Why So Many Women Are Iron Deficient." Henry Ford Health. Diakses pada Desember 2025.

"Why Anemia Affects More Women Than Men." Mega We Care. Diakses pada Desember 2025.

Editorial Team