Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anemia dan Gangguan Penglihatan Ancam Kemampuan Belajar Anak

ilustrasi anak belajar (pexels.com/Annushka Ahuja)
ilustrasi anak belajar (pexels.com/Annushka Ahuja)
Intinya sih...
  • Studi terbaru menunjukkan dampak nyata anemia terhadap fungsi kognitif anak. Melibatkan 335 anak usia sekolah dasar di Jakarta, ditemukan bahwa 19,7 persen anak mengalami anemia, sementara 22,1 persen lainnya memiliki gangguan pada memori kerja.
  • Ditemukan juga bahwa 19,5 persen anak dengan gangguan penglihatan mengalami gangguan memori kerja. Selain itu, anak-anak dengan masalah penglihatan tercatat memiliki nilai akademik yang lebih rendah secara signifikan dibanding anak-anak yang penglihatannya normal.

Anemia dan gangguan penglihatan masih menjadi dua masalah serius yang membayangi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Sayangnya, banyak orang tua belum menyadari bahwa dampaknya tidak hanya sebatas anak mudah lelah atau kesulitan membaca tulisan di papan tulis. Masalah ini diam-diam memengaruhi fungsi kognitif anak, terutama memori kerja, yaitu kemampuan otak untuk menyimpan dan mengolah informasi dalam waktu singkat. Padahal, memori kerja adalah fondasi penting bagi anak untuk bisa fokus, memahami pelajaran, dan memecahkan masalah di sekolah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sekitar 25 persen anak usia sekolah di dunia mengalami anemia. Angka ini sejalan dengan temuan studi dalam jurnal PLOS One tahun 2023, yang menunjukkan bahwa hampir separuh kasus anemia pada anak disebabkan oleh defisiensi zat besi. Kekurangan zat besi ini terbukti berdampak negatif pada perkembangan otak, terutama kemampuan belajar dan daya ingat.

Melihat ancaman yang sering luput diperhatikan ini, Indonesia Nutrition Association (INA) melalui rangkaian INA Nutri Symposium 2025 mengadakan sesi Study & Symposium Supported by Danone. Dalam forum tersebut, Indonesian Health Development Center (IHDC) memaparkan dua hasil studi terbaru yang menghubungkan anemia defisiensi zat besi dan gangguan penglihatan dengan penurunan memori kerja hingga prestasi akademik anak di sekolah.

Temuan ini menjadi pengingat bahwa upaya pencegahan anemia dan masalah penglihatan tak hanya soal perbaikan gizi, tetapi juga pemeriksaan rutin mata dan edukasi keluarga. Dengan perhatian sejak dini, anak-anak Indonesia diharapkan bisa tumbuh optimal tak cuma fisik, tetapi juga tajam daya ingat dan prestasinya.

1. Anemia berdampak langsung pada memori kerja anak

Medical & Scientific Affairs Director Nutricia Sarihusada, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, memaparkan hasil studi yang menunjukkan dampak nyata anemia terhadap fungsi kognitif anak. Dalam studi yang melibatkan 335 anak usia sekolah dasar di Jakarta, ditemukan bahwa 19,7 persen anak mengalami anemia, sementara 22,1 persen lainnya memiliki gangguan pada memori kerja.

"Anak dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah secara signifikan menunjukkan performa memori kerja yang lebih buruk,” ungkap dr. Ray pada Minggu di Jakarta (27/7/2025).

Temuan ini menegaskan bahwa anemia, khususnya akibat defisiensi zat besi, tidak hanya mengganggu kesehatan fisik, tetapi juga menghambat kemampuan otak anak untuk menyerap informasi. Memori yang baik menjadi faktor kunci dalam proses belajar di sekolah.

2. Kekurangan zat gizi dan stunting perparah gangguan kognitif

INA Nutri Symposium 2025: Studi Terkini tentang Anemia dan Dampaknya terhadap Kerja Memori Anak di Jakarta, Minggu (27/7/2025). (IDN Times/Rifki Wuda)
INA Nutri Symposium 2025: Studi Terkini tentang Anemia dan Dampaknya terhadap Kerja Memori Anak di Jakarta, Minggu (27/7/2025). (IDN Times/Rifki Wuda)

Anak-anak dengan gangguan memori kerja, Dr. Ray melanjutkan penjelasan mengenai temuan studi, memiliki kadar hemoglobin yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan anak dengan fungsi memori normal.

Tak hanya itu, anak yang mengalami stunting atau memiliki tinggi badan di bawah standar tercatat memiliki risiko tiga kali lebih tinggi mengalami gangguan memori kerja. Temuan ini menunjukkan bahwa malnutrisi kronis, termasuk kekurangan zat gizi makro dan mikro, berdampak jangka panjang terhadap perkembangan otak anak.

"Rendahnya asupan protein dan lemak pada anak usia sekolah turut memperburuk dampak anemia terhadap fungsi kognitif," jelas Dr. Ray.

Karena itu, menurutnya, dibutuhkan program nutrisi berbasis sekolah yang tidak hanya menekankan pemenuhan zat besi, tetapi juga mencukupi kebutuhan protein dan lemak.

3. Gangguan penglihatan bisa menurunkan efisiensi belajar anak

Director Kemitraan dari Indonesian Health Development Center (IHDC), Dr. Kianti R. Darusman, M.Sc. PhD, menjelaskan bahwa gangguan penglihatan seperti kelainan refraksi (refractive error) yang tidak ditangani bisa mengganggu proses belajar anak. Kondisi ini meliputi rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme.

"Sebagian besar aktivitas belajar di sekolah bersifat visual. Anak dengan penglihatan terganggu harus bekerja lebih keras untuk memahami informasi, yang pada akhirnya menurunkan efisiensi memori kerja,” jelas Dr. Kianti.

Dalam studi IHDC, secara klinis ditemukan bahwa 19,5 persen anak dengan gangguan penglihatan mengalami gangguan memori kerja. Selain itu, anak-anak dengan masalah penglihatan tercatat memiliki nilai akademik yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan anak yang memiliki penglihatan normal. Oleh karena itu, Dr. Kianti menekankan pentingnya pemeriksaan mata rutin dan intervensi dini.

Temuan dari kedua studi tersebut menekankan bahwa masalah anemia dan gangguan penglihatan memiliki dampak yang nyata terhadap fungsi kognitif anak. Pemenuhan zat besi, protein, dan lemak penting untuk mendukung perkembangan otak secara optimal.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us