ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Aditya Pratama)
Sesaat setelah merasakan serangan migrain, segera coba untuk menghentikannya. Mengobati migrain sejak dini diyakini sebagai strategi yang paling efektif.
Kamu mungkin bisa menghentikan, atau setidaknya meminimalkan, serangan migrain dengan obat pereda nyeri yang dijual bebas, seperti aspirin, asetaminofen, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti naproxen atau ibuprofen.
Gunakan obat dengan hati-hati, karena meminumnya terlalu sering (lebih dari 15 hari per bulan) malah akan menjadi bumerang—menyebabkan sakit kepala karena penggunaan obat yang berlebihan.
Apabila obat yang dijual bebas tidak berhasil, bicarakan dengan dokter tentang obat resep seperti triptan atau calcitonin gene-related peptide (CGRP) inhibitor.
Triptan bekerja dengan menyempitkan arteri trigeminal, yang membantu memblokir jalur nyeri ke otak. Namun, karena juga menyempitkan arteri lain, obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti kemerahan pada wajah atau dada sesak.
CGRP inhibitor menghambat protein CGRP yang terlibat dalam transmisi rasa sakit selama serangan migrain. Obat ini biasanya tidak memiliki efek samping.
Kalau kamu mengalami serangan migrain yang melumpuhkan dua kali dalam sebulan, atau empat hari migrain dalam sebulan, temuilah dokter spesialis saraf, spesialis nyeri, atau spesialis sakit kepala. Mereka bisa membantu mendiagnosis dan memulai terapi pencegahan migrain secara tepat.
Beberapa orang bisa mendapat manfaat dari mengonsumsi obat pencegahan resep, termasuk beta-blocker, calcium channel blocker, obat antikejang, suntikan toksin botulinum, dan CGRP inhibitor.
Itulah penjelasan kenapa serangan migrain bisa terasa sangat menyakitkan. Dengan perawatan tepat, serangan migrain dapat dicegah dan rasa sakitnya bisa diringankan.
Referensi
National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Diakses pada Mei 2024. Migraine.
Johns Hopkins Medicine. Diakses pada Mei 2024. How a Migraine Happens.
Association of Migraine Disorders. Diakses pada Mei 2024. Causes of Migraine What We Know So Far.
Olesen, J., Burstein, R., et al. (2009). Origin of pain in migraine: evidence for peripheral sensitisation. Lancet Neurology, 8(7), 679–690. https://doi.org/10.1016/s1474-4422(09)70090-0
Kalita, J., Misra, U. K., et al. (2020). Phonophobia and brainstem excitability in migraine. European Journal of Neuroscience/EJN. European Journal of Neuroscience, 53(6), 1988–1997. https://doi.org/10.1111/ejn.15078
Mayo Clinic. Diakses pada Mei 2024. Migraine with aura.
American Migraine Foundation. Diakses pada Mei 2024. MEDICATION OVERUSE HEADACHE.