Kenapa Tidak Ada Pil KB untuk Laki-laki?

Ada banyak sekali pilihan alat kontrasepsi untuk perempuan. Mulai dari pil KB, IUD, cincin vagina, KB koyo, KB suntik, KB implan, hingga operasi steril. Ini membuktikan bahwa pilihan kontrasepsi umumnya berada di tangan perempuan.
Sebaliknya, pilihan kontrasepsi untuk laki-laki lebih terbatas, yaitu kondom dan vasektomi. Namun, vasektomi sendiri bisa memakan biaya yang besar.
Ini membuat banyak orang bertanya-tanya kenapa pil KB hanya dibuat untuk perempuan dan tidak untuk laki-laki?
Sebenarnya, para ilmuwan telah bekerja mengembangkan pil KB untuk laki-laki yang lebih aman, termasuk pil KB. Namun, riset ini masih menemui kendala sehingga sekarang pilihan kontrasepsi untuk laki-laki masih terbatas pada kondom dan vasektomi.
Yuk, kita bahas lebih dalam kenapa tidak ada pil KB untuk laki-laki dan segala hal tentang kontrasepsi untuk laki-laki.
1. Kondom dan vasektomi saja tidak cukup
Hingga kini, hanya ada dua metode kontrasepsi yang tersedia untuk laki-laki, yaitu kondom dan vasektomi.
Vasektomi dianggap reversibel, tetapi tidak ada jaminan prosedur pembalikan akan berhasil. Jadi, meskipun vasektomi merupakan prosedur yang cepat, mudah, dan aman, tetapi tindakan ini sangat jarang dipilih.
Satu-satunya kontrasepsi laki-laki yang 100 persen reversibel hanyalah kondom. Namun, banyak laki-laki, bahkan perempuan, tidak menyukai metode ini karena berbagai alasan.
Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa alasan utama laki-laki enggan menggunakan kondom adalah karena ukurannya yang tidak pas. Selain itu, bahan kondom, yaitu lateks dan spermisida, banyak memicu alergi pada penis maupun vagina. Ini membuktikan bahwa pilihan kontrasepsi untuk laki-laki masih jauh dari kata cukup.
2. Tingginya minat terhadap kontrasepsi baru untuk laki-laki
Para peneliti menyadari adanya permintaan akan alat kontrasepsi baru bagi laki-laki. Sebuah survei terhadap lebih dari 9.000 laki-laki di sembilan negara menemukan bahwa sekitar 55 persen peserta survei menyatakan kesediaannya untuk menggunakan pendekatan hormonal (Human Reproduction, 2005).
Lebih dari 2.000 laki-laki bersedia diminta berpartisipasi dalam uji klinis alat kontrasepsi laki-laki non-hormonal baru yang disebut ADAM, yang dirancang untuk menghalangi sperma memasuki ejakulasi. Ini menunjukkan bahwa laki-laki sebenarnya bersedia ambil bagian dalam hal pengendalian kelahiran.
3. Uji klinis kontrasepsi laki-laki pertama
Uji klinis pertama untuk kontrasepsi hormonal laki-laki dimulai pada tahun 1970-an (Current Obstetrics and Gynecology Reports, 2016). Alat kontrasepsi hormonal ini bertujuan untuk mengganggu produksi testosteron dan pada akhirnya menghentikan produksi sperma.
Tanpa air mani atau sperma dalam air mani, maka sel telur tidak akan dibuahi sehingga kehamilan dapat dicegah. Alat kontrasepsi hormonal laki-laki pertama yang diuji adalah berbasis suntikan, yang tampaknya aman dan efektif. Selain itu, peserta uji coba dapat kembali memproduksi sperma setelah mereka berhenti menerima suntikan.
Namun, banyak peserta yang berhenti mengikuti uji klinis karena enggan disuntik secara rutin. Selain itu, banyak peserta penelitian melaporkan gangguan mood sedang dan berat, termasuk depresi.
4. Tantangan dalam menciptakan alat kontrasepsi laki-laki
Salah satu alasan kenapa tidak ada pil KB atau alat kontrasepsi lain untuk laki-laki adalah karena tingginya tantangan dalam mengembangkan alat kontrasepsi laki-laki.
Untuk mencegah pembuahan, para peneliti harus mencari cara untuk mencegah poduksi sperma, padahal setiap harinya laki-laki menghasilkan sperma yang jumlahnya jutaan, dikutip dari Mayo Clinic. Lain halnya dengan perempuan yang hanya memproduksi satu sel telur dalam sebulan.
Selain itu, potensi efek samping dari kandidat alat kontrasepsi laki-laki telah menjadi perhatian khusus. Misalnya, banyak partisipan uji kontrasepsi hormonal melaporkan efek samping, seperti jerawat, nyeri di tempat suntikan, dan gangguan mood. Ini memicu pro kontra dari publik saat diketahui bahwa kontrasepsi yang banyak digunakan oleh perempuan dapat menimbulkan efek samping serupa atau bahkan lebih parah bagi laki-laki.
5. Pil kontrasepsi untuk laki-laki mungkin akan segera tersedia
Di tengah tantangan dalam mengembangkan alat kontrasepsi baru untuk laki-laki, para peneliti tidak menyerah begitu saja. Mereka masih berusaha mengembangkan pil KB untuk laki-laki, baik yang berbasis hormonal maupun non hormonal.
- Kandidat pil kontrasepsi hormonal
Pada bulan Juni 2022, para peneliti dari New York University mempresentasikan hasil penelitian pendahuluan pada hewan dan uji klinis fase 1 yang menguji dua alat kontrasepsi hormonal oral pada konferensi tahunan Endocrine Society di Atlanta, Georgia.
Kandidat obatnya yaitu dimethandrolone undecanoate (DMAU) dan 11 beta-methyl-19-nortestosterone-17 beta-dodecylcarbonate (MNTDC)—merupakan androgen progestogenik yang berpotensi menekan produksi sperma.
Menurut para peneliti, pil KB ini juga memiliki manfaat lain yaitu menjaga kesehatan otot, tulang, dan fungsi seksual.
- Kandidat kontrasepsi nonhormonal
Masih pada tahun 2022, para peneliti dari University of Minnesota mempresentasikan hasil penelitian awal pada hewan yang menguji kandidat kontrasepsi oral non hormonal pada pertemuan musim semi American Chemical Society.
Kandidat obat mereka, YCT529, bekerja dengan menargetkan reseptor asam retinoat alfa, yang berperan dalam pembentukan sperma.
Tim peneliti yang sama juga menyelidiki kandidat non hormonal potensial lainnya, yaitu EF-4-177, yang menargetkan cyclin-dependent kinase (CDK), sejenis protein yang terlibat dalam pengaturan siklus sel.
Dalam sebuah penelitian pada tikus, para peneliti menemukan bahwa EF-4-177 mampu berikatan dengan baik pada CDK yang disebut CDK2, yang terlibat dalam produksi sperma (The Journal of Medicinal Chemistry, 2023).
Kabar bahwa pernah dan sedang diadakannya penelitian tentang kontrasepsi baru bagi laki-laki menjadi angin segar bahwa mungkin ke depannya laki-laki bisa lebih mengambil bagian dalam hal pengendalian kelahiran.
Meskipun begitu, kemungkinan pil KB dan kontrasepsi baru lainnya bagi laki-laki belum bisa terwujud dalam waktu dekat. Alasannya, penelitian membutuhkan serangkaian uji klinis, belum lagi banyaknya prosedur untuk dapat memasarkan produk baru.