Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otak

Mampu berbicara, tetapi seolah membisu

Pernahkah kamu mendengar gangguan berbahasa yang bernama afasia? Gangguan ini tidak hanya memengaruhi kemampuan berkomunikasi, tetapi juga kualitas hidup penderitanya.

Penderita afasia akan mengalami gangguan dalam komunikasi verbal, komunikasi tertulis, atau keduanya. Orang dengan gangguan ini sering memiliki masalah dengan:

  • Membaca
  • Menulis
  • Berbicara
  • Mendengarkan
  • Memahami ucapan orang lain 

Afasia sering dialami pasien stroke akut, tumor, demensia, dan orang yang mengalami cedera kepala. Tingkat keparahan afasia berbeda-beda, tergantung penyebab dan level keparahan pada otak. 

Untuk memahami afasia lebih lanjut, yuk, simak baik-baik penjelasannya berikut ini!

1. Penyebab afasia

Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otakilustrasi afasia (theaphasiacenter.com)

Menurut keterangan dari National Health Service (NHS), afasia adalah kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan dengan bahasa atau kemampuan bicara. Biasanya ini disebabkan karena kerusakan otak sebelah kiri pasca stroke atau cedera kepala.

Kerusakan vaskular yang terjadi pada belahan otak kiri menyebabkan afasia, sebagian besar melibatkan korteks perisylvian dan struktur di bawahnya yang dialirkan oleh arteri serebral tengah.

Menurut penelitian berjudul "Poststroke aphasia : epidemiology, pathophysiology and treatment" yang diterbitkan dalam jurnal Drug & Aging tahun 2005, afasia terjadi pada 21-38 persen pasien stroke akut dan berhubungan dengan penyakit jangka pendek dan panjang.

Susunan kata yang dibuat oleh pengidap afasia biasanya sulit dipahami, bahkan terdengar tidak masuk akal. Mereka juga akan mengalami kebingungan ketika sedang berusaha memahami ucapan orang lain, pun ketika mereka berusaha menyebutkan suatu kata, mereka akan menyebutkannya dengan bantuan bahasa tubuh atau berusaha mencari kata lain.

Misalnya, ketika mereka berusaha untuk menyebutkan kata "gelas", mereka akan memperagakan seolah mereka sedang minum dan berkata bahwa benda yang mereka maksud berfungsi sebagai sesuatu yang membantu mereka untuk minum. 

2. Jenis-jenis afasia

Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otakilustrasi seseorang kebingungan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Gejala yang ditimbulkan oleh afasia beragam, dari ringan hingga berat. Namun, gejala umum afasia adalah kesulitan dalam berkomunikasi.

Dilansir Mayo Clinic, gejala afasia terbagi menjadi dua, yaitu gejala yang memengaruhi komunikasi ekspresif dan yang memengaruhi komunikasi reseptif.

Gejala yang memengaruhi komunikasi ekspresif meliputi:

  • Berbicara dalam kalimat atau frasa yang pendek dan tidak lengkap
  • Berbicara dalam kalimat yang tidak mampu dipahami oleh orang lain
  • Menggunakan kata-kata yang kurang tepat atau bahkan tidak masuk akal
  • Menggunakan kata-kata dalam ejaan yang salah  

Sementara itu, gejala yang memengaruhi komunikasi reseptif meliputi:

  • Kesulitan memahami ucapan orang lain 
  • Kesulitan dalam mengikuti ucapan yang serba cepat
  • Salah paham terhadap ucapan kiasan

Secara umum, afasia terbagi dalam dua kategori:

  • Non-fluent aphasia. Pengidap afasia mampu memproduksi ucapan, tetapi tersendat-sendat dan penuh usaha dalam melakukannya. Tata bahasanya buruk, tetapi makna kata masih dapat dipahami.
  • Fluent aphasia. Pengidapnya mampu menghasilkan kalimat yang utuh, tetapi kurang memiliki makna.

Baca Juga: Kenali Gejala Stroke Ringan, kalau Dibiarkan Bisa Jadi Stroke!

3. Diagnosis afasia

Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otakilustrasi pemeriksaan dokter (pexels.com/Mart Production)

Biasanya afasia tidak memerlukan diagnosis khusus. Namun, jika memang diperlukan, maka dokter akan meminta pasien menjalankan beberapa tes atau melakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk mencari tahu kerusakan otak.

Beberapa tes tersebut di antaranya adalah mengikuti perintah, menyebutkan nama objek, ikut berpartisipasi dalam sebuah pembicaraan, menjawab pertanyaan, dan menulis kata-kata.

Jika telah diketahui bahwa pasien mengidap afasia, langkah yang akan diambil selanjutnya adalah mengidentifikasi ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi secara spesifik.

Selama pemeriksaan berlangsung, pasien akan diuji kemampuannya dalam berbicara secara jelas, mengekspresikan ide, berinteraksi dengan orang lain, membaca, menulis, memahami bahasa lisan dan tulisan, dan menggunakan bentuk komunikasi alternatif (seperti bahasa tubuh).

4. Afasia dan dampaknya terhadap kualitas hidup

Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otakilustrasi dampak afasia terhadap kualitas hidup pasiennya (pexels.com/Inzmam Khan)

Afasia dapat menciptakan sejumlah masalah yang memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Itu karena bahasa dan komunikasi adalah hal yang paling krusial dalam kehidupan sehari-hari.

Tentunya ini juga akan memengaruhi kemampuan dalam menjalin relasi dengan orang lain yang juga memerlukan keahlian dalam berkomunikasi. Menjalin relasi dengan orang lain tidak melulu soal cinta, tetapi juga hubungan dengan rekan kerja, manajer, sahabat, dan lingkungan sekitar. 

Bayangkan saja, bagaimana jika kita tidak mampu dalam mengutarakan pendapat atau bahkan mempresentasikan materi kita pada sebuah rapat penting? Tentu saja akan timbul rasa malu dan tidak percaya diri bagi pengidapnya. Maka dari itu, gangguan ini menjadi perhatian bagi penderitanya. 

5. Pengobatan afasia

Mengenal Afasia, Gangguan Berbahasa akibat Kerusakan pada Otakilustrasi terapi pada pasien dengan afasia (pharmaceutical-journal.com)

Jika kerusakan pada otak masih tergolong ringan, maka biasanya seseorang bisa memulihkan keterampilan berbahasa tanpa tindakan khusus. Akan tetapi, jika diperlukan ada beberapa hal yang bisa dilakukan, meliputi:

  • Rehabilitasi keterampilan bicara dan berbahasa

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan memulihkan bahasa sebanyak-banyaknya, mengajarkan bagaimana caranya melengkapi kemampuan bahasa yang hilang dan mencari metode lain dalam berkomunikasi. 

  • Obat-obatan

Dalam hal ini, obat-obatan tersebut adalah yang dapat meningkatkan aliran darah ke otak, menggantikan senyawa kimia yang habis di otak, dan meningkatkan pemulihan sel-sel otak. Meskipun hal ini memungkinkan untuk membantu kesembuhan pasien afasia, tetapi penelitian lebih lanjut dibutuhkan terkait dengan penggunaan terapi ini.  

  • Perawatan lainnya

Stimulasi otak akhir-akhir ini diteliti untuk perawatan terhadap pasien afasia dan dapat membantu meningkatkan kemampuan untuk menyebutkan sesuatu. Namun, penelitian dalam jangka panjang terhadap hal ini belum diselesaikan.

Ada dua tipe perawatan, yang pertama adalah transcranial magnetic stimulation (TMS) dan transcranial direct current stimulation (tDCS). TMS menggunakan medan magnet dalam pengaplikasiannya, sedangkan tDCS menggunakan arus lemah melalui elektroda yang ditempatkan di atas kepala.

Nah, itulah informasi sekitar afasia. Bila kamu mengalami salah satu dari beberapa tanda dan gejalanya, segera periksakan diri ke dokter, ya. 

Baca Juga: Benarkah Infeksi Virus Corona Sebabkan Kerusakan Jaringan Otak? 

Liana Tan Photo Writer Liana Tan

An astrophile, space lover

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya