Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aktivitas di posko penerimaan bantuan korban banjir di Nagari Salareh Aie Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar).
Aktivitas di posko penerimaan bantuan korban banjir di Nagari Salareh Aie Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). (IDN Times/Halbert Caniago)

Intinya sih...

  • Sumatra Barat mencatat kasus demam tertinggi dibanding dua provinsi lain terdampak banjir, menandakan lingkungan belum pulih sepenuhnya.

  • Keluhan kesehatan beragam bermunculan, dari mialgia hingga ISPA, sementara risiko penyakit pascabanjir seperti demam berdarah dan leptospirosis mengintai.

  • Kemenkes memastikan dukungan tenaga kesehatan, logistik, serta imbauan PHBS untuk menekan penularan dan mencegah komplikasi di wilayah terdampak.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Air banjir mungkin sudah surut, tetapi dampak kesehatannya belum benar-benar pergi. Di berbagai titik di Sumatra, pos kesehatan ramai oleh warga yang datang dengan keluhan demam, nyeri otot, atau gatal yang tak kunjung hilang. Situasi ini menggambarkan fase pascabencana, ketika kondisi lingkungan belum stabil dan kekebalan tubuh masyarakat melemah akibat kelelahan maupun sanitasi yang terganggu.

Dalam laporan terbaru Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melalui Pusat Krisis Kesehatan, Sumatra Barat mencatat kasus demam tertinggi di antara tiga provinsi terdampak banjir dan longsor.

Selama 25–29 November 2025, terdapat 376 kasus demam dari lima kabupaten: Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar. Deretan keluhan lain: 201 kasus mialgia, 120 gatal, 118 dispepsia, 116 ISPA, 77 hipertensi, 62 luka, 46 sakit kepala, serta diare dan asma masing-masing 40 kasus.

Pola serupa juga tercatat di Sumatra Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat 277 kasus demam, disusul mialgia 151 kasus, gatal 150 kasus, dispepsia 94 kasus, ISPA 96 kasus, hipertensi 75 kasus, luka-luka 45 kasus, sakit kepala dan diare masing-masing 23 kasus, serta asma 3 kasus (25 November–1 Desember 2025).

Sementara itu, Aceh menunjukkan kondisi berbeda. Di Kabupaten Pidie Jaya, luka-luka menjadi keluhan tertinggi (35 kasus), disusul ISPA (15 kasus) dan diare (6 kasus). Variasi keluhan ini menggambarkan bagaimana masing-masing wilayah menghadapi tantangan berbeda terkait dampak banjir.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Agus Jamaludin, menjelaskan bahwa tingginya kasus demam merupakan penanda kondisi lingkungan dan tempat tinggal yang belum pulih. Lewat sebuah rilis, ia menegaskan, “Demam adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika tempat pengungsian padat dan akses air bersih terbatas. Disebabkan juga karena pelindung tubuh yang kurang memadai selama mengungsi.”

Agus memastikan bahwa pemerintah telah mengirim tambahan tenaga kesehatan dan logistik ke lokasi terdampak. “Kami menjamin ketersediaan obat dan SDM kesehatan untuk menangani berbagai keluhan kesehatan yang dialami masyarakat. Fokus kami adalah mencegah penularan dan menekan risiko komplikasi,” katanya.

Ancaman penyakit pascabanjir dan panduan perlindungan

Posko Kesehatan di pengungsian SDN Supiturang 4. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Di balik angka-angka keluhan kesehatan itu, ada pula ancaman lain.

Kondisi lingkungan yang basah dan lembap menyediakan ruang ideal bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, sehingga risiko demam berdarah (DBD) ikut meningkat.

Genangan air sisa banjir juga membuka peluang bagi penyebaran leptospirosis, terutama ketika urine tikus atau hewan lain mencemari area tempat tinggal maupun pengungsian.

Karena itu, surveilans penyakit pascabanjir menjadi penting. Tidak hanya penyakit yang sudah muncul yang perlu diwaspadai, tetapi juga potensi lonjakan kasus yang dapat muncul dalam beberapa minggu ke depan.

Masyarakat di area terdampak diimbau untuk menerapkan langkah-langkah sederhana namun efektif dari PHBS, mulai dari:

  • Mencuci tangan pakai sabun, menjaga kebersihan tubuh, dan selalu memakai alas kaki untuk mencegah infeksi kulit dan leptospirosis.

  • Memastikan makanan matang dan air minum aman.

  • Menjaga lingkungan pengungsian tetap kering, bebas genangan, serta membuang sampah dengan benar.

  • Menutup luka rapat-rapat agar tidak terpapar air tercemar.

  • Menerapkan 3M Plus untuk mencegah DBD.

Jika mengalami gejala seperti demam, diare, ISPA, atau gatal yang berkelanjutan, masyarakat diminta segera memeriksakan diri ke pos kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat. Pada fase pascabencana seperti ini, deteksi dini bisa menjadi pembeda antara pemulihan cepat dan komplikasi yang berbahaya.

Editorial Team