Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang perempuan di supermarket menentang makanan ultra proses dalam kemasan.
ilustrasi makanan ultra proses (pexels.com/ali Shot80)

Intinya sih...

  • Konsumsi makanan ultra proses dikaitkan dengan perubahan struktur otak yang dapat memicu perilaku makan berlebih.

  • Bahan tambahan seperti emulsifier mungkin turut berperan dalam efek ini, bukan hanya obesitas atau peradangan.

  • Mengurangi konsumsi makanan ultra proses dan memperketat regulasi pangan dapat menjadi strategi penting untuk menjaga kesehatan publik.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makanan ultra proses (ultra-processed foods/UPF) tampaknya tak hanya berdampak pada tubuh, tetapi juga pada otak. Temuan baru dari tim ilmuwan internasional mengungkap hubungan mengejutkan antara konsumsi UPF dan perubahan struktur otak yang bisa mendorong perilaku makan berlebihan.

Penelitian ini menganalisis pemindaian otak lebih dari 30.000 partisipan dan menemukan adanya perbedaan nyata pada otak orang yang sering mengonsumsi UPF. Perbedaan ini diduga membentuk semacam silus berulang, di mana otak mendorong keinginan makan lebih banyak—pola yang menyerupai kecanduan makanan.

Menurut Arsène Kanyamibwa dari Universitas Helsinki, salah satu penulis utama penelitian ini, hubungan antara konsumsi UPF dan perubahan otak tidak sepenuhnya dijelaskan oleh faktor peradangan atau obesitas.

“Bahan tambahan khas dalam UPF, seperti emulsifier, juga mungkin berperan,” ujarnya, dikutip dari Science Daily. Namun, ia menegaskan bahwa penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk memastikan hubungan sebab-akibatnya.

Perbedaan makanan olahan dan UPF

Tidak semua makanan olahan berbahaya. Banyak makanan yang melalui proses minimal bermanfaat, seperti sayuran beku yang tetap mempertahankan nilai gizi atau susu pasteurisasi yang menjadi lebih aman dikonsumsi.

Namun, UPF berada pada level berbeda. Produk ini umumnya mengandung bahan kimia yang dimodifikasi secara industri, serta berbagai aditif buatan seperti pewarna, perasa, pengawet, dan emulsifier. Contohnya sosis, nuget, minuman bersoda, camilan kemasan, hingga makanan siap saji.

Konsumsi rutin jenis makanan ini telah lama dikaitkan dengan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung, dan kini, berdasarkan studi ini, mungkin juga berpengaruh terhadap fungsi dan struktur otak.

Kanyamibwa menegaskan bahwa hasil penelitian ini menambah bukti penting tentang bagaimana pola makan modern bisa memengaruhi kesehatan secara menyeluruh.

“Dengan makin banyaknya bukti ilmiah, mengurangi konsumsi UPF dan memperketat regulasi industri pangan bisa menjadi langkah penting untuk kesehatan publik,” ujarnya.

Studi ini menggunakan data dari UK Biobank, basis data kesehatan berskala besar di Inggris, yang dikombinasikan dengan keahlian dari Universitas Helsinki dan Institut Neurologis Montreal Universitas McGill. Penelitian lintas bidang ini menggabungkan gizi, ilmu saraf, dan analisis pencitraan otak, membuka pandangan baru tentang bagaimana makanan modern dapat membentuk cara kerja otak manusia.

Referensi

"Eating ultra-processed foods may rewire the brain and drive overeating." Science Daily. Diakses November 2025.

"Ultra-processed foods may affect the brain and lead to overeating." University of Helsinki. Diakses November 2025.

Filip Morys et al., “Ultra-processed Food Consumption Affects Structural Integrity of Feeding-related Brain Regions Independent of and via Adiposity,” Npj Metabolic Health and Disease 3, no. 1 (April 8, 2025): 13, https://doi.org/10.1038/s44324-025-00056-3.

Editorial Team