Seseorang menolak makanan cepat saji (Shutterstock/Creativa Images)
Sudah jelas hal-hal yang dapat merusak badan, seperti merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan termasuk konsumsi makanan cepat saji. Makanya, segera jauhilah kebiasaan buruk tersebut.
Karena makanan dan minuman seperti itu mengandung zat kimia berbahaya yang dapat merusak organ-organ tubuh. Apalagi risiko penyakit yang muncul akibat konsumsi tidak sehat seperti itu adalah penyakit-penyakit yang mematikan.
Berbicara penyakit mematikan, tuberkulosis (TBC) masih jadi penyakit paling mematikan di dunia, dan bisa disebut juga penyakit silent killer. Tak hanya menyerang paru-paru, bakteri TBC yang masuk melalui pernapasan bisa menyebar dan menyebabkan penularan pada organ lain, seperti kelenjar getah bening, usus, tulang, kulit, dan otak.
Tapi, kita gak perlu terlalu khawatir lagi soal TBC ini. Pasalnya, Indonesia mendapatkan apresiasi dari Negara G20 dengan mengangkat tiga isu penting dalam Kesehatan Global pada Presidensi tahun ini, yaitu Tuberkulosis, One Health, dan resistensi antimikroba.
Stop TB Partnership Indonesia (STPI) yang turut menghadiri pertemuan HWG G20 pada side events dan HMM 1 mengapresiasi kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Sadikin dalam menggalang kerja sama multilateral untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis.
Dok. Stop TB Partnership Indonesia
“Kepemimpinan Indonesia berhasil memfokuskan Negara G20 untuk menggalang investasi penanggulangan tuberkulosis. Baik melalui kebijakan domestik maupun internasional serta dukungan yang kuat untuk 7th Replenishment Global Fund to Fight Against HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria. Selanjutnya, Pemerintah Indonesia perlu memastikan penyelerasan agenda peningkatan investasi ini di nasional dan sub-nasional karena berdasarkan WHO Global TB Report 2021, masih ada gap USD 515 juta untuk program tuberkulosis di Indonesia”, ujar Ketua Yayasan STPI dr. Nurul Nadia Luntungan, MPH.
Dalam pertemuan HMM, Negara G20 menyatakan ingin memprioritaskan investasi dalam penanggulangan tuberkulosis untuk vaksin yang efektif, artificial intelligence untuk diagnosis, dan real-time data surveillance.
“Oleh sebab itu, upaya kolektif G20 mengatasi tuberkulosis perlu mengoptimalkan peran dan keterlibatan sektor swasta di G7 maupun Global South Countries. Para peneliti, pengusaha, dan perusahaan di Indonesia mempunyai peluang dalam penelitian maupun manufaktur untuk terlibat memecahkan permasalahan dalam mengakhiri tuberkulosis di Indonesia maupun secara global,” ujar Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang mewakili Indonesia untuk memaparkan progress dari side events One Health.