ilustrasi HIV/AIDS (IDN Times/Aditya Pratama)
Langkah pertama adalah menahan diri dari hubungan seksual berisiko, terutama pada individu muda yang belum menikah atau belum siap secara biologis maupun emosional. Konsep ini dipilih karena satu-satunya cara 100 persen aman dari penularan HIV lewat seks adalah tidak melakukan seks sama sekali.
Abstinensi sering disosialisasikan sebagai strategi prioritas, terutama untuk remaja, karena selain mencegah HIV juga membatasi risiko infeksi menular seksual (IMS) lainnya dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Banyak kampanye kesehatan reproduksi di sekolah atau komunitas mengangkat abstinensi sebagai bagian dari edukasi HIV.
Bagi orang yang sudah aktif secara seksual, menjaga kesetiaan kepada satu pasangan merupakan bentuk pencegahan efektif.
Dengan berhubungan seksual hanya dengan satu orang yang statusnya jelas, potensi terpapar virus berulang atau dari pasangan gonta-ganti bisa ditekan.
Strategi ini juga relevan dalam konteks pasangan menikah atau dalam relasi tetap, terutama jika keduanya sudah menjalani tes HIV. Dengan begitu, risiko masuknya virus dari luar bisa diminimalkan.
Saat abstinensi atau setia pada satu pasangan sulit dilakukan, misalnya dalam situasi nyata pasangan dengan risiko tinggi atau pada populasi kunci, penggunaan kondom secara konsisten dan benar menjadi tumpuan pencegahan.
Kondom telah terbukti secara signifikan mengurangi transmisi HIV dan infeksi menular seksual lainnya.
Namun, penting untuk memastikan kondom digunakan dengan benar (tidak bocor, pelumas yang aman, tidak digunakan berulang), serta dipakai setiap kali ada kontak seksual berisiko. Sering kali edukasi tentang penggunaan kondom yang tepat disampaikan bersamaan dengan kampanye pencegahan ABCDE.
Salah satu jalur penularan HIV bukan hanya melalui seks, tetapi juga penggunaan jarum suntik bersama, misalnya di kalangan pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, menjauhi narkoba dan tidak berbagi alat suntik adalah bagian penting dari pencegahan.
Strategi ini juga membantu mencegah infeksi lain seperti hepatitis B atau C, yang sering menyertai praktik narkoba suntik, sehingga dampak kesehatan menjadi lebih luas.
Tanpa pemahaman yang tepat tentang HIV—bagaimana penularannya, tindakan pencegahan, pentingnya tes, serta akses layanan—upaya di elemen lain sulit dijalankan secara konsisten. Edukasi membuka jalan bagi kesadaran, sikap bertanggung jawab, dan pengambilan keputusan yang sehat.
Beberapa studi di sekolah/komunitas menunjukkan bahwa setelah edukasi dengan metode ABCDE, pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS meningkat signifikan. Ini menunjukkan bahwa strategi ini efektif meningkatkan kesadaran dan memengaruhi perilaku.
Metode ABCDE adalah kumpulan strategi yang saling melengkapi. Dari mulai menahan diri, menjaga kesetiaan, memakai pengaman, menjauhi narkoba, hingga terus belajar dan mendapatkan informasi yang benar.
Namun, ABCDE bukan satu-satunya cara. Dalam kondisi tertentu, misalnya pada kelompok berisiko, diperlukan kombinasi dengan pendekatan lain seperti pemeriksaan rutin, pengobatan preventif (PrEP), serta akses layanan kesehatan yang mudah dan tanpa stigma. Pencegahan HIV adalah tanggung jawab bersama, baik individu, pasangan, komunitas, dan kebijakan publik.
Referensi
Tiara Nanda Puspita Tanjung, Siti Nurzannah, Vivi Ridha Munawarah, Devira Damayanti, dan Rifqy Alhafidz Sitorus.
“Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Metode ‘ABCDE’ di SMK Gelora Jaya Nusantara Medan Tahun 2022.” PubHealth: Jurnal Kesehatan Masyarakat 1, no. 1 (Juli 2022): 63–68.
https://jurnal.ilmubersama.com/index.php/PubHealth.
"Pencegahan, Pemeriksaan, dan Pengobatan HIV Untuk Kesehatan Optimal." Kemenkes RI. Diakses November 2025.
"Berani Tes, Berani Lindungi Diri, Kemenkes Targetkan Eliminasi HIV dan IMS Tahun 2030." Kemenkes RI. Diakses November 2025.