Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pixabay.com/Alexandr Ivanov

Apa warna favoritmu?

Mungkin kita tidak sadar kalau warna bisa memberi efek luar biasa. Nuansa tenang, sedih, sedih, dan ceria dari warna-warna tertentu adalah salah satu contohnya.

Warna yang kita lihat bisa memengaruhi suasana hati, sehingga tak jarang pemilihan warna sangat diperhatikan dalam menentukan interior maupun eksterior sebuah ruangan.

Selain itu, ternyata warna juga bisa dijadikan sebagai alternatif terapi, yakni kromoterapi. Penasaran seperti apa terapi warna tersebut? Simak ulasan berikut ini, ya.

1. Sejarah singkat kromoterapi

pixabay.com/StockSnap

Dilansir Clinical Advisor, tulisan awal yang membahas mengenai warna dicetuskan oleh seorang filsuf Yunani Kuno, Aristoteles. Dirinya menciptakan color wheel dengan menghubungkan empat warna utama dan empat elemen alam, yakni bumi, air, api, dan angin.

Sementara, menurut paparan dalam jurnal “Hindawi”, cikal bakal kromoterapi berasal dari praktik di Mesir Kuno, Cina, India, dan Yunani. Orang-orang di zaman itu menggunakan warna primer untuk proses penyembuhan.

Selanjutnya, Avicenna (980 M) mengembangkan seni penyembuhan menggunakan warna. Kemudian, gagasan dan praktik abad ke-19 Pleasanton (1876) menggunakan warna biru untuk pengobatan cedera, luka bakar, atau sakit. Penggunaan warna biru juga diadopsi oleh Hassan (1999), hingga penekanan area oleh Edwin Babbitt.

Pada abad ke-20, Dinshah Ghadiali (1927) menemukan prinsip ilmiah yang menjelaskan efek terapi sinar warna pada tubuh.

Tidak berhenti sampai di situ, penelitian-penelitian lanjutan terkait kromoterapi mulai digalakkan. Hasilnya pun dipublikasikan, di antaranya sebuah kajian dalam jurnal “Yonsei Medical Journal” tahun 2013, “Art Therapy: Journal of the American Art Therapy Association” Tahun 2010, “The Journal of Neuroscience” tahun 2010, dan “Advances in Mind-Body Medicine” tahun 2013.

2. Apa itu kromoterapi?

Editorial Team

Tonton lebih seru di