ilustrasi sel kanker (pixabay.com/Colin Behrens)
Sejak runtuhnya kejayaan Mesir, babak baru ilmu pengetahuan kemudian ditulis di Yunani dan Roma, tak terkecuali tentang kanker. Dalam dokumen Mesir Kuno, kanker selalu dikaitkan dengan penyakit serius yang tidak bisa disembuhkan. Bahkan, penyakit ini dihubungkan dengan kutukan para dewa. Kepercayaan ini terus diterima hingga adanya teori ilmiah yang didalilkan oleh ilmuwan Yunani populer, Hippocrates (460—375 SM).
Hippocrates, atau populer disebut Bapak Kedokteran, adalah salah satu ilmuwan yang percaya bahwa penyakit terjadi melalui proses alami. Dalam teorinya, ia menjelaskan, ada empat cairan dalam tubuh yang bisa memengaruhi kesehatan, yaitu darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam. Menurutnya, kanker adalah penyakit yang disebabkan karena adanya terlalu banyak empedu hitam di suatu bagian tubuh tertentu. Teori ini kemudian dipercaya selama 1.400 tahun berikutnya.
Setelah Yunani menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi pada tahun 146 SM, para dokter diberi kewarganegaraan Romawi dan tempat tinggal di Roma. Selama masa ini, bermunculan dokter Romawi berpengaruh, salah satunya Aulus Celsus (25 SM—50 M). Aulus Celsus adalah orang yang menjadikan bahasa Latin sebagai bahasa kedokteran. Celsus banyak menguraikan tentang kanker superfisial yang ditulis dalam bukunya yang berjudul De Medicina.
Selama mempelajari kanker, Hippocrates menggambarkannya seperti kepiting yang bergerak. Ia kemudian menggunakan istilah “karsino” dan “karsinoma” untuk menyebut kanker. Karsino menggambarkan tumor yang tidak membentuk ulkus, sedangkan karsinoma adalah tumor yang membentuk ulkus. Dalam bahasa Yunani, istilah-istilah tersebut berarti 'kepiting'. Nah, istilah ini kemudian diterjemahkan oleh Celsus ke dalam bahasa Latin, yaitu “cancer”.
Selain Celsus, masih ada beberapa ilmuwan lain yang berpengaruh selama perkembangan kanker pada masa ini. Ada Pliny The Roman (23—79 M) yang menyusun buku tentang pengobatan tentang kanker. Dalam bukunya, ia merekomendasikan penggunaan obat herbal atau pengobatan lain untuk kanker stadium lanjut sebelum atau setelah percobaan operasi. Pengobatan yang paling populer adalah campuran rebusan abu kepiting laut, putih telur, madu, dan bubuk kotoran burung elang.
Selain itu, ada juga dokter dari Alexandria, Mesir, bernama Aretaeus (81—138 M). Ia mendeskripsikan secara komprehensif tentang gejala, tanda, dan pengobatan kanker rahim. Dalam catatannya, ia menulis ada dua bentuk kanker berbeda. Yang satu terasa sakit saat disentuh dan tidak menimbulkan ulserasi, sedangkan lainnya berbau busuk dan memborok. Dia menganggap kedua lesi tersebut sebagai penyakit kronis dan mematikan, tapi penyakit ulserasi lebih parah dan tidak ada peluang disembuhkan.
Selain Hippocrates, pemikiran-pemikiran orang Romawi dan dunia tentang kanker saat itu juga dipengaruhi oleh Claudius Galen (130—200 M). Galen juga menerapkan teori Hippocrates, yang berpendapat bahwa kanker disebabkan oleh empedu hitam. Menurutnya, empedu hitam menyebabkan kanker yang tidak dapat disembuhkan, sedangkan empedu kuning masih bisa disembuhkan.
Galen adalah penulis produktif yang menulis lebih dari 100 catatan tentang tumor dan kanker, lebih banyak dari pendahulunya. Tulisan-tulisannya didistribusikan secara luas ke semua negara yang dikenal.
Berbeda dengan Hippocrates, Galen menggunakan istilah “oncos” untuk menyebut tumor. Oncos adalah bahasa Yunani yang berarti 'pembengkakan'. Istilah ini kemudian digunakan sebagai nama spesialis kanker, yaitu ahli onkologi.