Studi ini mencakup tiga gelombang COVID-19 di Swedia, tetapi para peneliti melihat insiden pembekuan darah jauh lebih tinggi pada gelombang pertama COVID-19 dibanding gelombang selanjutnya. Mengapa begitu?
Salah satu peneliti dari Umeå University, Swedia, Dr. Anne-Marie Fors Connolly, turut menjelaskan di balik fenomena tingginya insiden pembekuan darah pada gelombang pertama COVID-19. Menurutnya, pencegahan pembekuan darah (thrombophylaxis) membantu penurunan insiden pembekuan darah di tengah pandemik COVID-19.
"Salah satu temuan yang mengejutkan adalah risiko pendarahan pada pasien COVID-19 ringan tidak meningkat. Salah satu penjelasan adalah bahwa pendarahan sebagai efek samping thrombophylaxis.
"Namun, risiko besar emboli paru yang berpotensi fatal menunjukkan bahwa thrombophylaxis dibutuhkan," ujar Dr. Anne-Marie kepada Medical News Today.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasien COVID-19 gejala parah hingga, dari rawat inap sampai masuk ke ICU, terpapar risiko pembekuan darah yang lebih tinggi. Akan tetapi, para peneliti menemukan bahwa angka VTE di kelompok pasien COVID-19 parah tetap tinggi, terlepas dari penggunaan thrombophylaxis.
Berbeda dengan gelombang pertama, para peneliti menduga bahwa vaksinasi (yang diprioritaskan untuk lansia di atas 50 tahun) memainkan peran dalam mencegah COVID-19 dan pembekuan darah. Oleh karena itu, ini juga bisa menjadi jawaban mengapa insiden pembekuan darah lebih rendah pada gelombang pandemik ketiga.