ilustrasi kopi (pexels.com/samer daboul)
Perlu dicatat, studi ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, kesaksian partisipan mengenai data konsumsi sehari-hari bisa menjadi bias. Akan tetapi, para peneliti menekankan bahwa konsumsi kopi biasanya tidak rawan salah karena ini adalah kebiasaan jangka panjang.
Kedua, sampel partisipan yang cukup kecil, yaitu 227 lansia berkulit putih. Dengan demikian, hasil penelitian ini belum tentu dapat diterapkan pada populasi umum. Selain itu, jenis kopi (kafein atau tanpa kafein) dan penyajiannya juga tidak termasuk dalam penelitian.
Sementara temuan penelitian ini menjanjikan, masih ada beberapa faktor risiko lainnya yang berperan di balik Alzheimer. Karena konsumsi kopi hanya dilakukan di awal studi, apakah manfaat ini berjangka panjang juga masih perlu diketahui.
"Studi kami tidak menyertakan konsumsi kopi paruh baya. Akibatnya, potensi dampak positif atau negatif konsumsi kopi di kelompok paruh baya masih belum bisa dipahami pada studi ini," ujar Samantha.
ilustrasi pasangan lansia (Pexels.com/Tristan Le)
Di masa depan, Samantha menyarankan perlunya penelitian dalam jangka panjang (lebih dari 1 dekade) dan dengan partisipan berlatar belakang lebih beragam di masa depan untuk mengonfirmasi temuan awal ini. Selain itu, jenis penelitian intervensi dengan jumlah dan tipe kopi tertentu juga amat diperlukan.
Cara terbaik untuk menjaga otak dari penurunan kognitif adalah dengan memelihara gaya hidup sehat dan aktif secara fisik dan mental. Selain kopi, konsumsilah makanan dan minuman sehat, hindari kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol, serta tetap jaga berat badan dan tekanan darah seimbang.