Kata IDAI tentang Tren ASI Bubuk di Media Sosial

Belum ada bukti ilmiah tentang manfaatnya

Intinya Sih...

  • Baru-baru ini tengah menjadi tren di media sosial tentang air susu ibu (ASI) bubuk dengan metode freeze-drying.
  • Freeze-drying ASI menimbulkan perubahan fisik pada komponen utama ASI, belum diketahui dampaknya pada nutrisi bayi, dan berpotensi menimbulkan risiko kontaminasi.
  • Metode freeze-drying ASI masih relatif baru, belum memiliki aturan atau rekomendasi penggunaan dari organisasi kesehatan, dan tidak direkomendasikan untuk bayi dengan kondisi medis tertentu.

Baru-baru ini tengah menjadi tren di media sosial tentang air susu ibu (ASI) bubuk. Itu merupakan metode pembekuan ASI, yang kemudian diubah menjadi bubuk (freeze-dryed).

Ada beberapa tujuan di balik ide tersebut, seperti untuk memperpanjang umur ASI, menghemat tempat penyimpanan, dan mengurangi kerepotan pada orang tua. Meski begitu, Satuan Tugas (Satgas) ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memperingatkan tentang perubahan fisik dari komponen utama ASI.

Baca Juga: Berapa Lama ASI Bertahan di Suhu Ruangan dan Tidak Rusak?

Metode freeze-drying

Dalam rilis resmi, IDAI menjelaskan bahwa metode freeze-drying atau pengeringan ASI beku menjadi bentuk bubuk (dikenal juga sebagai teknik lyophilization) dilakukan dengan tujuan memperpanjang umur simpan ASI dari semula 6 bulan di dalam freezer menjadi 3 tahun.

Alasannya adalah untuk penghematan ruang penyimpanan ASI, kenyamanan bagi ibu yang sering bepergian dan ingin terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan.

Proses ini meliputi pembekuan ASI pada suhu ekstrem (-50 derajat Celcius selama 3 sampai 5 jam), kemudian mengubah ASI beku menjadi susu bubuk menggunakan teknik sublimasi, yaitu transisi ekstraksi air selama 2 hari langsung dari bentuk padat (es) ke gas (uap air) tanpa fase cair. Umumnya, 1 liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk.

Pembekuan ASI yang lazim dilakukan pada praktik rumahan telah diteliti dapat menimbulkan serangkaian perubahan fisik pada komponen utama ASI, seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku.

Tidak ada bukti ilmiah

Kata IDAI tentang Tren ASI Bubuk di Media Sosialilustrasi seorang ibu yang sedang menyusui bayinya (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dijelaskan oleh Ketua Satgas ASI IDAI, Dr. dr. Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, SpA(K), dampak pengeringan beku pada komponen penting ASI saat ini masih belum diketahui.

Meski begitu, proses ini dinyatakan dapat mempertahankan struktur molekul susu. Namun, mengingat penggunaan suhu tinggi saat proses pengeringan untuk menghilangkan kandungan air, freeze-drying memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI.

“Tanpa bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dryed ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” kata Dr. Naomi.

Metode ini juga tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan membunuh bakteri berbahaya. Dalam hal ini, pasteurisasi sengaja dihindari untuk menjaga probiotik vital yang ada dalam ASI.

"Dengan demikian, maka risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk freeze-dryed ASI sebelum dikonsumsi bayi," tambahnya.

Satgas ASI IDAI juga memberikan catatan khusus mengenai apakah produk freeze-dryed ASI merupakan Rada'ah. Permasalahan ini penting bagi mayoritas umat muslim di Indonesia, mengingat Rada'ah adalah hubungan mahram yang diakibatkan oleh persusuan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada bayi yang bukan anak kandungnya.

Apabila bubuk freeze-dryed ASI dilarutkan kembali dengan air, secara wujud warna serta rasanya kembali menjadi susu, maka berlaku Rada'ah bagi semua pihak terkait.

Metode ini adalah temuan yang relatif masih sangat baru, belum lengkap pembuktian melalui riset ilmiah sehingga belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan seperti Centers for Disease Control and Prevention (CDC), American Academy of Pediatrics (AAP), atau Food and Drug Administration (FDA).

Ada potensi pertumbuhan bakteri

Metode freeze-drying ASI yang dianggap memiliki potensi untuk meringkas ruang penyimpanan juga mungkin lebih praktis untuk pemberian ASI saat bayi tidak bersama ibu.

Satgas ASI IDAI memperingatkan kepada semua pihak agar tidak gegabah mempromosikan atau memberikan ASI bubuk kepada bayi, terlebih mereka yang memiliki kondisi medis tertentu seperti prematur atau yang mengalami gangguan kekebalan tubuh serta penyakit kronis.

Zat aktif yang menjadi keunggulan ASI hilang dalam proses freeze-drying. Produk susu bubuk ini tidak steril proses pembuatannya, ditambah adanya risiko multiplikasi bakteri selama penyimpanan.

Dokter Naomi memperingatkan bahwa menyusui dan memerah ASI mungkin terasa melelahkan dan dapat dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI. Meski begitu, menyusui langsung sangat direkomendasikan.

"Meski begitu, menyusui langsung dari payudara ibu sangat direkomendasikan agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman dan meningkatkan ikatan orang tua-anak. Menyusui bukan sekadar memberikan ASI,” ujarnya.

Jadi, ada baiknya para ibu bijak dalam melihat tren di media sosial dan tidak menjadi gegabah untuk mengikutinya.

Baca Juga: 7 Faktor Pertumbuhan yang Hanya Ditemukan pada ASI, Komponen Unik!

Topik:

  • Nurulia R F
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya