Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?

Menurutmu, mana pilihan yang tepat?

Apa yang kamu lakukan ketika jerawat tumbuh di wajahmu? Memencetnya untuk membuat jerawat mengempis? Mencoba skincare yang direkomendasikan oleh para beauty blogger? Langsung pergi ke dokter kulit? Atau lebih sering membersihkan wajah dengan facewash?

Tanpa disadari, penanganan jerawat tidak cukup jika hanya mengandalkan skincare. Pada dasarnya, jerawat merupakan kondisi kulit dengan nama ilmiah acne vulgaris, sehingga harus ditangani dengan serius sesuai kaidah pengobatan medis seperti penyakit infeksi lainnya.

Ketahui lebih dalam seputar jerawat dalam virtual media briefing bertajuk "Apakah Tepat bila Penyakit Jerawat Hanya Ditangani dengan Perawatan Skincare Kosmetik?". Acara daring ini diadakan oleh Pramudia Klinik pada Kamis (24/2/2022) dan dihadiri oleh dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, dokter spesialis kulit dan kelamin. Here we go!

1. Jerawat dianggap sebagai masalah sepele yang bisa hilang dengan sendirinya

Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?ilustrasi jerawat (pixabay.com/yiyiphotos)

Berapa dari kita yang menganggap serius jerawat? Sepertinya, lebih banyak yang menganggap jerawat sebagai masalah remeh yang bisa hilang dengan sendirinya. Ini tidak lepas dari mitos-mitos dan mispersepsi yang disebarkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

"Beberapa mitos yang salah seputar jerawat adalah hanya dialami selama masa remaja saja. Atau, jerawat hanya (muncul) di area wajah hingga harus di-facial atau dipencet dan isinya dikeluarkan supaya tuntas," jelas dr. Anthony.

Ada juga yang menganggap bahwa jerawat bisa diobati dengan skincare atau facial di salon. Anggapan ini membuat produk atau jasa yang mengklaim mampu menyembuhkan jerawat secara instan tumbuh makin subur.

2. Padahal, jerawat tergolong sebagai penyakit infeksi kulit

Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?ilustrasi jerawat (pixabay.com/Kjerstin_Michaela)

Padahal, faktanya jerawat termasuk dalam golongan penyakit infeksi kulit yang disebut acne vulgaris. Penyebabnya beragam, seperti bakteri Propionibacterium acnes, produksi minyak alami kulit (sebum) berlebihan yang dihasilkan oleh kelenjar minyak (sebacea), ketidakseimbangan hormonal, proses peradangan, hingga kelenjar minyak yang tersumbat.

"Belum ada angka yang pasti dan akurat untuk penyakit jerawat. Tetapi, salah satu faktor penyebabnya adalah produksi minyak yang berlebihan karena suhu panas. Maka, sangatlah wajar (kalau) kasus jerawat sangat tinggi pada orang yang tinggal di daerah tropis," tutur pria yang menempuh pendidikan dokter spesialis di Universitas Indonesia ini.

3. Gaya hidup memengaruhi timbulnya jerawat

Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?ilustrasi junk food (pexels.com/Jonathan Borba)

Lebih lanjut, dr. Anthony menjabarkan faktor risiko jerawat. Seperti gaya hidup, tingkat stres, personal hygiene, faktor genetik, suhu udara, kualitas dan durasi tidur, hingga komitmen dan ketaatan pasien dalam berobat.

Berdasarkan penelitian dalam International Journal of Dermatology tahun 2009, terdapat hubungan antara peningkatan lesi jerawat dengan konsumsi susu sapi dan makanan dengan indeks glikemik tinggi. Termasuk makanan tinggi lemak seperti burger, hot dog, dan kentang goreng.

"Jerawat tidak disebabkan oleh satu hal saja, tetapi merupakan hasil gabungan dari beberapa penyebab dan faktor risiko, termasuk gaya hidup. Yang terpenting adalah pemahaman dan mindset yang benar, tidak menganggap remeh jerawat, serta mengerti (harus) ke mana untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Walau tidak mematikan, jerawat dapat mengganggu penampilan, kepercayaan diri, dan kesehatan mental," tegasnya.

Baca Juga: 10 Hal yang Bisa Dilakukan untuk Menyingkirkan Jerawat, Dijamin Ampuh!

4. Jerawat tidak hanya tumbuh di wajah, tetapi juga di bagian tubuh lain

Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?ilustrasi jerawat punggung (medicinenet.com)

Jangan berpikir bahwa jerawat hanya tumbuh di wajah. Jerawat bisa muncul di bagian tubuh lain, seperti leher, dada, punggung, dan lengan. Dari tingkat keparahannya, jerawat dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. Sementara dari bentuknya, jerawat dikategorikan sebagai benjolan besar, kecil, atau bernanah.

"Makin parah dan luas lokasi jerawat, maka diperlukan pengobatan yang berbeda sesuai dengan tingkat keparahan. Mulai dari pemberian resep obat topikal atau oles, oral, dan tindakan medis lain," terang dr. Anthony.

Ia menegaskan bahwa penanganan jerawat yang aktif tidak bisa dilakukan secara bersamaan dengan penanganan untuk bekas jerawat. Pengobatan untuk bekas jerawat, seperti berlubang, jaringan parut, atau bekas hitam baru bisa diberikan setelah jerawat tidak aktif lagi.

5. Karena termasuk penyakit infeksi kulit, yang kompeten untuk mengobatinya adalah dokter

Berjerawat, Harus ke Dokter Kulit atau Cukup Pakai Skincare?ilustrasi dokter dan pasien (pixabay.com/Sozavisimost)

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, jerawat dikategorikan sebagai penyakit infeksi kulit. Jadi, pihak yang kompeten untuk mengobatinya adalah dokter spesialis kulit, tidak bisa sembarang orang.

"Pengobatan jerawat yang benar harus terukur kemajuannya. Pengobatan harus diberikan secara bertahap dalam jangka sedang hingga panjang, bukan dengan cara yang instan. Dibutuhkan komitmen, disiplin, dan kerjasama pasien agar pengobatan dapat berjalan dengan baik, benar, dan tepat," ujar pendiri Klinik Pramudia ini.

Selain itu, masyarakat juga perlu diedukasi supaya bisa membedakan skincare dan skin treatment. Ia menjelaskan bahwa skincare merupakan produk perawatan yang dijual bebas tanpa resep dokter untuk kondisi kulit yang tidak bermasalah. Sementara itu, skin treatment adalah pengobatan dengan pemberian obat yang membutuhkan resep dokter, baik obat oral, oles atau topikal, hingga tindakan medis spesialistik.

Baca Juga: Moluskum Kontagiosum, Jerawat Genital yang Sangat Cepat Menular

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya