7 Gangguan Kesehatan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatan

Tak perlu risau memikirkan biaya

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa 406.314 dari 6,8 juta orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Namun, sayangnya banyak yang tidak melakukan pengobatan, salah satunya karena takut harus membayar mahal.

Tahukah kamu kalau beberapa gangguan mental ditanggung oleh BPJS Kesehatan? Berikut ini daftarnya!

1. Gangguan suasana hati

Gangguan suasana hati atau mood disorder adalah gangguan yang memengaruhi emosi. Kamu mungkin akan merasakan kebahagiaan dan kesedihan ekstrem atau mudah marah dan tersinggung.

Diagnosis akan ditegakkan jika gejala menetap selama beberapa minggu atau lebih.

Gangguan suasana hati yang paling umum ialah depresi dan gangguan bipolar.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, lebih dari 12 juta penduduk Indonesia di atas usia 15 tahun mengalami depresi.

Sementara menurut penelitian PDSKJI, jumlah penderita gangguan bipolar di Indonesia diperkirakan berkisar antara 0,3–1,5 persen dari jumlah keseluruhan gangguan psikologi.

2. Gangguan kecemasan

7 Gangguan Kesehatan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatanilustrasi gangguan kecemasan (pexels.com/Suzy Hazelwood)

National Institute of Mental Health menegaskan bahwa gangguan kecemasan atau anxiety disorder lebih dari sekadar kekhawatiran atau ketakutan sementara.

Bagi penderitanya, kecemasan tersebut tidak kunjung hilang dan justru memburuk seiring waktu.

Gangguan kecemasan dibagi menjadi empat, yaitu gangguan kecemasan umum, gangguan panik, gangguan kecemasan sosial, dan gangguan terkait fobia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kondisi ini dialami oleh 301 juta orang secara global pada tahun 2019.

3. Gangguan psikotik

Selanjutnya adalah gangguan psikotik, yaitu gangguan jiwa berat yang membuat seseorang “terputus” dari realita. Gejala utamanya adalah delusi dan halusinasi.

Mengutip MedlinePlus, delusi adalah keyakinan yang salah yang dipegang teguh oleh seseorang, walau faktanya tidak demikian. Contohnya adalah meyakini bahwa ada seseorang yang menguntit dan hendak mencelakai kamu.

Sementara itu, halusinasi adalah persepsi yang salah, seperti mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu yang tidak nyata.

Diperkirakan, antara 15 sampai 100 dari 100.000 orang mengalami gangguan psikotik setiap tahunnya.

4. Gangguan kepribadian

7 Gangguan Kesehatan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatanilustrasi seseorang menatap pantulannya di cermin (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Gangguan kepribadian adalah ketika sifat-sifat yang dimiliki menyulitkan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga kesulitan dalam mengubah perilakunya atau beradaptasi dengan situasi yang berbeda.

Tanda-tanda umum gangguan kepribadian antara lain:

  • Cenderung curiga dan tidak percaya dengan orang lain.
  • Sering terjadi perubahan suasana hati yang ekstrem atau ledakan emosi.
  • Mengalami kesulitan dalam hubungan.
  • Memiliki perilaku yang aneh dan tidak bisa diprediksi.
  • Kerap melakukan hal-hal yang berisiko.

Mengacu pada DSM-5, ada 10 gangguan kepribadian yang dikelompokkan ke dalam tiga klaster, yaitu:

  • Klaster A (memiliki pikiran atau perilaku yang aneh dan eksentrik): Gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, dan gangguan kepribadian skizotipal.
  • Klaster B (memiliki emosi yang tidak stabil, perilaku dramatis, dan impulsif): Gangguan kepribadian antisosial, gangguan kepribadian histrionik, gangguan kepribadian ambang, dan gangguan kepribadian narsistik.
  • Klaster C (memiliki pikiran dan perilaku yang penuh kecemasan dan ketakutan): Gangguan kepribadian menghindar, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian dependen.

Baca Juga: 5 Gangguan Kejiwaan yang Lebih Sering Dialami Laki-Laki

5. ADHD

ADHD adalah singkatan dari attention deficit hyperactivity disorder.

Diperkirakan sekitar 129 juta anak-anak dan remaja di seluruh dunia yang berusia antara 5 hingga 19 tahun menderita ADHD, mengutip dari laman Children and Adults with Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (CHADD).

Sementara itu, lebih dari 366 juta orang dewasa di seluruh dunia menderita ADHD pada tahun 2020 (Journal of Global Health, 2021).

Gejala utamanya adalah kurangnya perhatian (tidak mampu menjaga fokus), hiperaktif (gerakan berlebihan atau terus-menerus), dan impulsif (tindakan tergesa-gesa tanpa berpikir panjang).

Orang dengan ADHD mungkin kesulitan untuk duduk diam, mengikuti instruksi, berkonsentrasi dan memusatkan perhatian, serta tetap terorganisir.

6. Gangguan stres pasca trauma

7 Gangguan Kesehatan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatanilustrasi dihantui oleh trauma (pexels.com/Skylar Kang)

Gangguan stres pascatrauma (PTSD) terjadi pada orang yang pernah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis, seperti bencana alam, kecelakaan serius, perang, aksi teroris, pemerkosaan atau pelecehan seksual, kekerasan, menyaksikan pembunuhan atau bunuh diri, dan trauma sejarah (misalnya kerusuhan Mei 1998).

Menurut WHO, sekitar 3,6 persen populasi global pernah mengalami PTSD dalam setahun terakhir.

Gejala yang mereka rasakan ialah kilas balik (flashback) yang jelas, mimpi buruk, panik, gelisah, mudah terkejut, berkeringat, mual, gemetar, waspada berlebihan, mengalami gangguan tidur, mudah marah, dan sulit berkonsentrasi.

7. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan penyakit mental serius yang memengaruhi cara berpikir, merasakan, dan berperilaku. Penderita skizofrenia secara global jumlahnya sekitar 24 juta jiwa atau 1 dari 300 orang, ungkap WHO.

Mirisnya, Indonesia adalah salah satu negara dengan penderita skizofrenia terbanyak di dunia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlahnya mencapai 400.000 orang atau 1,7 per 1.000 penduduk.

Selain delusi dan halusinasi, gejala lainnya adalah berkurangnya kemampuan untuk berfungsi secara normal, seperti mengabaikan kebersihan diri. Mereka juga kesulitan untuk berkomunikasi secara efektif, kerap menampilkan gestur aneh, dan bisa membahayakan orang lain.

Dijelaskan dalam laman Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, berikut ini tahapan proses pengobatan kesehatan mental menggunakan BPJS Kesehatan:

  1. Pastikan kamu memiliki kartu kepesertaan BPJS Kesehatan aktif untuk pergi ke faskes tingkat pertama yang menjadi rujukan kepesertaan kamu.
  2. Daftar dengan tujuan pemeriksaan di Poli Jiwa dan kamu sudah bisa menikmati layanan konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
  3. Namun, apabila faskes pertama pada layanan BPJS kamu tidak memiliki Poli Jiwa, kamu bisa ke Poli Umum dan ceritakan semua keluhan dan gejala mental yang dialami kepada dokter umum yang bersangkutan. Mereka akan memberi rujukan ke faskes tingkat dua yang memiliki Poli Jiwa.
  4. Siapkan dokumen penting untuk mendaftar di faskes lanjutan, di antaranya fotokopi KTP, fotokopi Kartu Indonesia Sehat/BPJS, fotokopi kartu keluarga, dan surat rujukan untuk mendaftar ke Poli Jiwa pada faskes dua.
  5. Setelah proses administrasi selesai, kamu bisa berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater di rumah sakit sesuai dengan nomor antrean.

Perlu diketahui bahwa surat rujukan yang diberikan oleh faskes satu tersebut memiliki batasan masa berlaku, yakni sampai 3 bulan. Jadi, apabila pada kasus kesehatan mental yang kamu alami masih perlu penanganan terapi lebih dari tiga bulan, kamu bisa meminta ulang ke faskes tingkat satu yang sama.

Baca Juga: 5 Gangguan Kesehatan Mental pada Ibu Hamil dan Cara Mengatasinya

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya