Pasien Kanker Paru Bisa Hidup Lebih Lama dengan Imunoterapi

Bagaimana cara kerjanya?

Kanker paru merupakan jenis kanker penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Berdasarkan GLOBOCAN 2020, kanker paru menyebabkan 30.843 orang Indonesia meninggal dalam setahun atau 84 kematian dalam sehari. Selain itu, terdapat 95 kasus baru kanker paru yang terdiagnosis setiap harinya.

Kemoterapi bukan satu-satunya pilihan pengobatan kanker paru. Imunoterapi digadang-gadang dapat menjadi harapan baru bagi pasien kanker paru karena bisa mengurangi risiko kematian.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Merck Sharp & Dohme (MSD) mengadakan media webinar bertema "Mengenal Imunoterapi sebagai Harapan Baru bagi Pasien Kanker Paru" pada Selasa (30/8/2022).

Pembicara yang dihadirkan ialah Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-HOM dari RS Cipto Mangunkusumo, dan dr. Mellisa Handoko Wiyono selaku country medical lead MSD Indonesia. Here we go!

1. Yang paling sering dijumpai adalah kanker paru bukan sel kecil

Mayoritas kasus (85–95 persen) didominasi oleh kanker paru bukan sel kecil. Sementara itu, 10–15 persen adalah kanker paru sel kecil. Memiliki nama lain kanker sel gandum, kanker ini cenderung menyebar dengan cepat.

Menurut dr. Andhika, lebih dari 60 persen kanker paru bukan sel kecil terdiagnosis pada stadium lanjut. Jika hanya diobati dengan kemoterapi standar, rata-rata pasien hanya bertahan hingga 8 bulan.

2. Hubungan antara rokok konvensional dan elektrik dengan kanker paru sangat kuat

Pasien Kanker Paru Bisa Hidup Lebih Lama dengan Imunoterapiilustrasi rokok (unsplash.com/Donny Jiang)

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menegaskan bahwa orang yang merokok 15–30 kali lebih mungkin terkena atau meninggal karena kanker paru dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan, perokok pasif (yang menghirup asapnya saja) juga berisiko terkena kanker paru!

Sebagian orang berpikir bahwa rokok elektrik (vape) lebih aman daripada rokok konvensional. Padahal, keduanya sama-sama berisiko.

Dokter Andhika mengutip sebuah studi tahun 2019 yang menguji karsinogenisitas vape pada tikus. Dari 40 tikus yang terpapar nikotin selama 54 minggu, sebanyak 22,5 persen terkena kanker paru dan 57,5 persen memiliki lesi prakanker pada kandung kemih.

3. Seperti apa gejala awal dan lanjutan kanker paru?

Kanker paru memiliki gejala khas yang membedakannya dari penyakit lain. Menurut dr. Andhika, gejala awalnya adalah:

  • Batuk terus-menerus.
  • Nyeri dada yang memburuk kalau batuk, tertawa, atau menarik napas dalam-dalam.
  • Suara serak dan sesak napas.
  • Penurunan berat badan dan kehilangan nafsu makan.
  • Batuk darah atau dahak yang berwarna cokelat kemerahan.
  • Kelelahan.
  • Infeksi persisten, seperti bronkitis dan pneumonia.
  • Mulai mengi.

Sementara, gejala lanjutannya adalah:

  • Nyeri tulang (terutama nyeri di punggung atau pinggul).
  • Perubahan neurologis (misalnya, sakit kepala, kelemahan atau mati rasa pada tangan atau kaki, pusing, masalah keseimbangan, atau kejang).
  • Penyakit kuning.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.

Baca Juga: Dalam 5 Tahun, Harapan Hidup Pasien Kanker Paru Hanya 3,5 Persen

4. Kanker paru didiagnosis dengan berbagai cara

Pasien Kanker Paru Bisa Hidup Lebih Lama dengan Imunoterapiilustrasi scan paru (pexels.com/Anna Shvets)

Terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis kanker paru. Pastinya selalu diawali dengan pemeriksaan fisik dan riwayat medis. Setelah itu, dokter akan merekomendasikan tindakan seperti:

  • Olah gambar seperti sinar-X, ultrasonografi, CT scan, MRI (termasuk otak), bone scan, dan PET scan (untuk mendeteksi metastasis).
  • Evaluasi dahak atau sputum.
  • Thoracentesis (untuk mengeluarkan cairan atau udara dari paru-paru).
  • Ultrasonografi endobronkial (untuk mendiagnosis kanker paru, infeksi, dan penyakit lain).
  • Mediastinoskopi (prosedur medis untuk memeriksa area mediastinum yang berada di belakang tulang dada dan di antara dua paru-paru) dan mediastinotomi (pembedahan untuk membuka mediastinum).
  • Torakoskopi (untuk melihat permukaan paru-paru dan area di sekitarnya).

5. Imunoterapi PD-1 inhibitor bisa mengurangi risiko kematian hingga 38 persen

Pasien kanker paru yang tidak memiliki mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) kini memiliki harapan baru, yaitu imunoterapi programmed death (PD-1) inhibitor. Menurut dr. Andhika, imunoterapi PD-1 inhibitor bisa mengurangi risiko kematian hingga 38 persen jika dibandingkan dengan kemoterapi saja.

Bagaimana cara kerjanya? Imunoterapi PD-1 bertindak seperti pos keamanan yang mengarahkan sel T atau pasukan sistem imun untuk tidak membunuh sel kanker yang menyamar sebagai sel sehat. Namun, jika pos keamanan tersebut dibubarkan, sel kanker tidak bisa menyamar lagi dan akan dihancurkan oleh sistem imun.

Imunoterapi PD-1 inhibitor memberikan harapan hidup jauh lebih lama bagi penyintas kanker paru. Namun, tidak semua jenis kanker paru bisa menggunakan imunoterapi. Pasien perlu berkonsultasi dengan dokter dan pengobatan akan diberikan sesuai kondisi masing-masing.

Baca Juga: Berbagi Pengetahuan tentang Kanker dengan Telementoring ECHO

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya