Uji acak terkontrol ini berlangsung di Afrika Selatan, Filipina, Georgia, Tanzania, dan Uganda, melibatkan 309 peserta yang baru terdiagnosis TBC sensitif obat. Para peserta dibagi rata ke lima kelompok:
HRZE (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol), standar WHO untuk TBC sensitif obat.
BPaL (bedaquiline, pretomanid, linezolid), standar untuk TBC resistan obat.
SPaL (sorfequiline, pretomanid, linezolid) dalam tiga dosis: 25 mg, 50 mg, dan 100 mg.
Tujuan utamanya adalah melihat berapa banyak peserta yang mencapai konversi dahak (perubahan hasil pemeriksaan dahak dari positif menjadi negatif setelah seseorang menjalani pengobatan TBC) pada minggu ke-8—penanda penting keberhasilan pengobatan TBC.
Meski sorfequiline berada dalam kelas antibiotik yang sama dengan bedaquiline, tetapi data awal menunjukkan obat ini lebih andal dan berpotensi lebih mudah ditoleransi. Bahkan, obat ini menunjukkan kemampuan menghadapi strain TBC yang mulai resistan terhadap bedaquiline.
Temuan uji klinis menjanjikan. Pada minggu ke-8 uji klinis, proporsi peserta yang mengalami konversi dahak adalah:
Sebanyak 59 persen pada kelompok yang menerima SPaL dengan 100 mg sorfequiline.
Sebanyak 45 persen pada kelompok HRZE.
Sebanyak 45 persen pada kelompok BPaL.
Hazard ratio untuk konversi dahak pada minggu ke-8:
SPaL vs BPaL: 1,53.
SPaL vs HRZE: 1,35.
Hazard ratio (HR) adalah ukuran statistik yang menunjukkan seberapa besar kemungkinan suatu peristiwa (dalam hal ini, konversi dahak) terjadi dalam satu kelompok dibandingkan kelompok lain, dalam periode waktu tertentu.
HR lebih dari 1 berarti peluang konversi dahak lebih tinggi pada kelompok SPaL dibanding kelompok pembanding. Jadi, HR 1,53 artinya peserta yang mendapat SPaL dengan sorfequiline memiliki 53 persen peluang lebih tinggi untuk mengalami konversi dahak pada minggu ke-8 dibanding kelompok BPaL.
Singkatnya, sorfequiline mampu menurunkan jumlah bakteri TB lebih cepat. Menurut para peneliti, ini tanda bahwa pengobatannya lebih efektif dan berpotensi mempercepat durasi terapi.
Profil keamanannya juga sebanding dengan HRZE, dan peserta merasa regimen tiga pil per hari ini jauh lebih mudah diikuti. “Pengobatannya luar biasa,” kata Thuto Pulane, salah satu peserta uji coba. “Lebih singkat dan lebih mudah dari yang saya bayangkan,” mengutip laman TB Alliance.