Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Studi: Mayoritas Pasien TBC Tidak Mengalami Batuk Berkepanjangan

Seorang laki-laki batuk karena tuberkulosis/TBC.
ilustrasi laki-laki batuk (freepik.com/stockking)
Intinya sih...
  • Lebih dari 80 persen pasien TBC paru di Asia dan Afrika tidak mengalami batuk persisten, dan lebih dari 60 persen tidak batuk sama sekali.
  • TBC tanpa batuk berisiko mengalami keterlambatan diagnosis, meningkatkan penyebaran bakteri penyebab TBC tanpa disadari.
  • Temuan ini bisa menjelaskan "missing millions" kasus TBC yang tidak terlaporkan setiap tahunnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebuah studi besar dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases mengungkap sesuatu yang mengejutkan, bahwa lebih dari 80 persen pasien tuberkulosis (TBC) paru tidak mengalami batuk persisten/batuk terus-menerus, dan lebih dari 60 persen bahkan tidak batuk sama sekali. Data dikumpulkan dari survei prevalensi TBC di 12 negara dengan beban TBC tinggi, mayoritas di Asia dan Afrika, antara tahun 2007 hingga 2019.

Padahal, batuk berkepanjangan selama dua minggu atau lebih adalah salah satu gejala utama yang selama ini digunakan untuk mendeteksi kasus TBC, terutama pada pasien yang tidak terinfeksi HIV. Akibatnya, pasien yang tidak melaporkan batuk bisa mengalami keterlambatan diagnosis atau bahkan tidak teridentifikasi sama sekali.

Tidak hanya itu, lebih dari 25 persen pasien TBC tidak menunjukkan gejala lain seperti demam, nyeri dada, keringat malam, atau penurunan berat badan. Kondisi ini disebut sebagai TBC subklinis (atau asimtomatik), yang dalam banyak kasus tidak disadari oleh penderitanya.

TBC subklinis: ancaman tersembunyi yang gagal terdeteksi

Dalam analisis lebih mendalam, riset menemukan bahwa TBC subklinis cukup umum pada perempuan, anak muda, dan orang yang tinggal di wilayah urban. Bahkan pada kasus TBC dengan sputum positif (yang lebih mudah menular) sebanyak 29 persen tidak mengalami batuk persisten, sementara 23 persen tak batuk sama sekali.

Hal ini menjadi masalah serius, karena pasien yang tidak menunjukkan gejala bisa terus beraktivitas dan menyebarkan bakteri penyebab TBC (Mycobacterium tuberculosis) tanpa disadari. Temuan ini turut menjelaskan mengapa ada selisih yang besar antara jumlah kasus TBC yang dilaporkan (7,5 juta pada tahun 2022) dan estimasi jumlah kasus aktual (10,6 juta pada tahun 2022).

Para ahli mengusulkan agar pendekatan diagnosis TBC tidak lagi bergantung pada batuk persisten saja. Pendekatan baru bisa mencakup gejala lain seperti demam, keringat malam, dan penurunan nafsu makan, serta meningkatkan skrining berbasis rontgen dada, teknologi radiologi berbantu komputer, dan tes molekuler cepat.

Seperti disampaikan dalam komentar editorial, TBC subklinis merupakan tantangan besar bagi target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengakhiri TBC pada 2035. Perlu inovasi dalam deteksi dini, kebijakan kesehatan publik, dan pengelolaan pasien agar tidak ada lagi kasus yang lolos dari pantauan.

Referensi

"More than 80% of TB patients lack persistent cough, study finds." CIDRAP. Diakses November 2025.

Logan Stuck et al., “Prevalence of Subclinical Pulmonary Tuberculosis in Adults in Community Settings: An Individual Participant Data Meta-analysis,” The Lancet Infectious Diseases 24, no. 7 (March 12, 2024): 726–36, https://doi.org/10.1016/s1473-3099(24)00011-2.

Xiaolin Wei and Wenhong Zhang, “The Hidden Threat of Subclinical Tuberculosis,” The Lancet Infectious Diseases 24, no. 7 (March 12, 2024): 669–70, https://doi.org/10.1016/s1473-3099(24)00069-0.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Apakah Terapi Panas Efektif Bakar Lemak Perut?

15 Nov 2025, 22:37 WIBHealth