Perbedaan Muntah dan Gumoh pada Bayi, Jangan Salah ya

Menyusui adalah salah satu masa yang sangat penting dan berharga bagi seorang ibu dan bayinya. Bayi yang baru saja disusui kadang memuntahkan kembali ASI atau susu. Ini dikenal sebagai gumoh. Namun, khususnya untuk para ibu baru, mereka mungkin sulit membedakan muntah dan gumoh.
Untuk pemahaman yang lebih baik, yuk kenali apa aja perbedaan muntah dan gumoh pada bayi.
Gumoh pada bayi
Gumoh, juga dikenal sebagai spitting up atau refluks gastroesofagus, adalah keluarnya sebagian susu saat atau setelah bayi menyusu. Dijelaskan dalam laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), gumoh sering terjadi pada bayi sampai usianya 1 tahun dan ini merupakan hal yang normal.
Volume susu yang mengalir keluar dari mulut bayi bisa berbeda-beda pada setiap bayi, tetapi umumnya sebanyak 1–2 sendok makan.
Bayi yang mengalami gumoh terlihat aktif, nyaman, mengalami peningkatan berat badan yang baik, dan tidak mengalami gangguan pernapasan.
Sebagian besar episode gumoh pada bayi sehat berlangsung selama kurang dari 3 menit, terjadi setelah bayi disusui, dan tidak bergejala atau berkaitan dengan gejala ringan.
Penyebab bayi gumoh antara lain:
- Tterutama terjadi karena ukuran lambung bayi yang masih sangat kecil (seukuran bola pingpong) dan katup lambung yang belum kuat.
- Sampai usia 4 bulan, lambung bayi cuma bisa menampung susu dalam jumlah sedikit setiap kali minum. Volume susu yang terlalu banyak akan menyebabkan bayi gumoh.
- Katup lambung bayi juga belum mampu menutup rapat sehingga susu yang sudah berada dalam lambung dapat mengalir kembali ke mulut jika volume susu terlalu besar, atau jika bayi langsung berbaring setelah minum.
- Gumoh umumnya terjadi saat bayi minum susu terlalu banyak, saat berserdawa, atau menelan banyak udara. Bayi dapat menelan banyak udara jika minum terlalu cepat atau saat menangis.
Frekuensi gumoh akan berkurang dan menghilang dengan sendirinya saat usia bayi mencapai usia 18–24 bulan, yaitu saat ukuran lambungnya lebih besar dan katup lambungnya lebih kuat. Akan tetapi, jika gumoh disertai gangguan napas (tersedak, batuk, atau bunyi napas yang tidak biasa), susu yang dikeluarkan lebih banyak dari dua sendok makan setiap kali gumoh, atau berat badan bayi sulit naik, bawa bayi ke dokter spesialis anak.
Gumoh sering ditemui pada bayi namun jarang menyebabkan komplikasi seperti radang saluran cerna atas (esofagitis), yaitu sekitar 5 persen.
Cara mengurangi frekuensi gumoh pada bayi
Dilansir Mayo Clinic, ada tips untuk mengurangi frekuensi gumoh pada bayi:
- Jaga bayi tetap tegak. Susui bayi dengan posisi lebih tegak. Setelahnya, jaga posisi bayi tetap tegak selama 30 menit. Hindari langsung bermain aktif atau mengayun bayi.
- Hindari memberi makan berlebihan. Memberi makan bayi dalam jumlah yang lebih sedikit dan lebih sering mungkin bisa membantu.
- Luangkan waktu untuk membuat bayi berserdawa. Sering berserdawa selama dan setelah menyusui dapat mencegah penumpukan udara di perut bayi.
- Letakkan bayi untuk tidur telentang. Untuk mengurangi risiko sindrom kematian bayi mendadak (SIDS), penting untuk menidurkan bayi dalam posisi telentang. Tidak disarankan menidurkan bayi tengkurap untuk mencegah gumoh.
- Ibu disarankan bereksperimen dengan pola makannya. Jika sedang menyusui, dokter bayi mungkin menyarankan agar kamu untuk menghilangkan produk susu atau makanan tertentu lainnya dari pola makan.