Débora F. Barreto-Vieira/Fiocruz
Update terbaru dari WHO mengenai dugaan COVID-19 airborne dirilis pada 29 Juni 2020. Melalui publikasi resmi, berikut ini pernyataannya:
“Transmisi udara (airborne) dari virus penyebab COVID-19 mungkin terjadi dalam kondisi dan pengaturan di mana prosedur pembuatan aerosol (AGP) dilakukan,” tulis WHO. “Masih tidak jelas apakah aerosol yang dihasilkan oleh terapi nebulizer atau high-flow oxygen menular atau tidak, mengingat data masih terbatas.”
Perlu diketahui bahwa aerosol adalah partikel padat atau cair yang sangat halus di udara (fine particle). Contoh alami aerosol adalah asap dan kabut. Kamu juga bisa menemukannya pada parfum, hair spray, dan asap rokok.
Lebih lanjut, IDN Times menghubungi Sidrotun Naim, Ph.D., M.P.A., virolog dan analis kebijakan Indonesia Strategic Institute (Instrat) Bandung untuk memperjelas hal ini. Berikut pendapatnya:
"SARS-CoV-2 dianggap mungkin airborne sebagai kehati-hatian karena hasil eksperimen oleh New England Journal of Medicine (berlaku terutama di lingkungan medis). Tapi secara umum, SARS-CoV-2 tidak airborne. Kalau di rumah sakit, bisa kalau kena karena nasocomial (infeksi yang berasal dari rumah sakit)," terang virolong tersebut.
Jadi, yang ingin dikatakan WHO adalah SARS-CoV-2 dapat menempel di udara yang mengandung aerosol. Mereka juga sempat mengatakan melalui akun Instagramnya bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan kemungkinan airborne ini. Sebab droplet dari pasien tidak akan menggantung di udara dalam waktu yang lama, sehingga tak akan sempat menginfeksi. Namun, banyak peneliti mendapatkan temuan baru terkait penularan wabah pandemik ini.