Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi campak pada anak kecil (commons.wikimedia.org/CDC)
ilustrasi campak pada anak kecil (commons.wikimedia.org/CDC)

Intinya sih...

  • Sebelum vaksin campak ditemukan, penularan campak sulit dicegah dan dapat berakibat fatal.

  • Penyakit campak telah ada sejak abad ke-9 dan menjadi penyakit endemik di seluruh dunia.

  • Vaksin campak pertama kali ditemukan pada 1963, telah berhasil menyelamatkan banyak nyawa, tetapi cakupan imunisasi mengalami stagnasi pada tahun-tahun terkini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebelum vaksin ditemukan, hampir tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan campak. Upaya utama hanyalah mengenali kasus sedini mungkin dan menerapkan pembatasan sosial agar penularan tidak meluas.

Kini, vaksin yang mengandung komponen campak menjadi salah satu intervensi kesehatan masyarakat paling efektif. Namun kenyataannya, pada tahun 2022 sekitar 136.000 orang masih meninggal akibat campak—naik 43 persen dibanding tahun sebelumnya.

Campak bukan cuma bisa berakibat fatal, tetapi juga dapat menjadi penyebab utama kebutaan pada anak di negara-negara miskin. Selain itu, campak dapat menimbulkan gangguan pendengaran, kecacatan neurologis, dan membuat penderitanya lebih rentan terhadap berbagai infeksi lainnya.

Fakta di atas membuat para ilmuwan mencari perlindungan yang lebih kuat. Dari observasi tentang kekebalan pascainfeksi, upaya melemahkan virus di laboratorium, hingga lahirnya vaksin campak berlisensi pada awal 1960-an dan kemudian formulasi kombinasi MMR, ini adalah perjalanan penting dalam kesehatan masyarakat. Bagaimana prosesnya, siapa tokoh kuncinya, apa saja terobosannya, dan bagaimana cakupan imunisasi mengubah peta penyakit, semua dibahas dalam sejarah vaksin campak di bawah ini.

Salah satu penyakit paling menular

Campak adalah salah satu penyakit paling menular yang pernah dihadapi manusia. Sebagai penyakit kuno, campak sudah dideskripsikan sejak abad ke-9 oleh tabib dan cendekiawan Persia Abū Bakr Muhammad Zakariyyā Rāzī (juga dikenal dengan nama versi Eropa, Rhazes).

Penyakit ini makin luas penyebarannya seiring meningkatnya penjelajahan global pada abad ke-16. Pada 1757, dokter Skotlandia Francis Home menemukan bahwa campak disebabkan oleh suatu patogen: ia menularkan penyakit tersebut kepada individu sehat menggunakan darah pasien yang terinfeksi dan menunjukkan bahwa campak disebabkan oleh agen infeksius.

Wilayah-wilayah di dunia yang sebelumnya tidak pernah terpapar virus campak sangat rentan: wabah virus ini berdampak melumpuhkan pada komunitas terpencil seperti Kepulauan Faroe pada 1846, Hawaii pada 1848, Fiji pada 1875, dan Rotuma pada 1911.

Sebelum hadirnya vaksinasi, campak telah lama bersifat endemik di seluruh dunia, dan tetap menjadi penyakit epidemik berskala global. Di negara-negara maju, kemajuan kesehatan masyarakat, termasuk perbaikan gizi, membuat angka kematian menurun pada abad ke-20.

Ketersediaan antibiotik, meskipun tidak berdaya melawan virus campak itu sendiri, juga membantu menangani komplikasi seperti pneumonia bakteri. Namun, komplikasi umum seperti infeksi telinga (otitis media), croup, diare, dan pneumonia tetap menyebabkan ribuan perawatan inap setiap tahun, dan ensefalitis (komplikasi yang lebih serius dengan pembengkakan otak) dapat berujung pada kerusakan otak, hilangnya pendengaran atau penglihatan, serta kematian.

Secara global, angka kematian tetap tinggi, dengan kira-kira 30 juta kasus dan lebih dari 2 juta kematian terjadi setiap tahun.

Terobosan ilmiah: 1954–1963

Pada 1954, sebuah wabah campak di sekolah asrama di pinggiran Boston, Massachusetts, Amerika Serikat (AS), memberikan kesempatan bagi para dokter di Boston Children’s Hospital untuk mencoba mengisolasi virus campak, dengan mengambil usap tenggorok dan sampel darah dari siswa yang terinfeksi.

Kultur yang diperoleh Thomas Peebles, MD, dari bocah 11 tahun bernama David Edmonston berhasil memungkinkan perbanyakan virus dan memungkinkan para dokter menciptakan vaksin pertama melawan campak.

John Franklin Enders, atasan Peebles yang kerap disebut “bapak vaksin modern”, mengembangkan vaksin campak dari galur “Edmonston-B”, dinamai dari David, yang hingga kini digunakan sebagai dasar bagi sebagian besar vaksin hidup-attenuasi.

Enders dan timnya menguji vaksin campak ini pada kelompok kecil anak antara 1958 hingga 1960, sebelum memulai uji coba pada ribuan anak di New York City, AS, dan Nigeria. Pada 1961, vaksin tersebut dipuji 100 persen efektif dan vaksin campak pertama mendapat lisensi untuk penggunaan publik pada 1963.

Negara-negara secara individual memperkenalkan program vaksinasi massal melawan campak di tingkat nasional sejak 1960-an, dan program imunisasi campak yang berfokus internasional pertama berlangsung di Afrika sejak 1966.

Ekspansi program vaksinasi: 1960-an

Vaksin MMR. (commons.wikimedia.org/Whispyhistory)

Mulai 1960-an, banyak negara memperkenalkan program vaksinasi massal terhadap campak di tingkat nasional. Program imunisasi yang berfokus internasional pertama digelar di Afrika sejak 1966.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan pemerintah lebih dari 20 negara baru merdeka di Afrika barat dan tengah, berkolaborasi dengan United States Agency for International Development (USAID) dan Centers for Disease Control (CDC), untuk memberikan vaksinasi dengan tujuan ganda, yaitu mengendalikan campak dan memberantas cacar.

Meski menghadapi tantangan seperti rantai dingin (cold chain) untuk vaksin yang peka panas, kampanye ini membuktikan efektivitas vaksinasi. Pada Mei 1967, Gambia menjadi negara pertama di dunia yang menghentikan transmisi virus campak.

Penyempurnaan vaksin: 1968–2005

Pada 1968, pelopor pengembangan vaksin Dr. Maurice Hilleman melemahkan virus dengan melewatkannya melalui sel embrio ayam sebanyak 40 kali, menghasilkan vaksin dengan efek samping lebih ringan.

Versi yang lebih lemah ini, dikenal sebagai galur Edmonston–Enders, dikembangkan menjadi beberapa galur yang masih digunakan pada vaksin campak hingga sekarang.

Tahun 1971, Hilleman menggabungkan vaksin campak, gondongan, dan rubella menjadi vaksin MMR—diberikan sebagai satu suntikan, diikuti satu dosis penguat (booster). Pada 2005, vaksin varisela ditambahkan, membentuk MMRV. Vaksin campak tunggal tetap tersedia di banyak negara.

Penguatan sistem imunisasi global: sejak 1974

Tahun 1974, campak menjadi salah satu penyakit pertama yang menjadi target WHO saat mendirikan Expanded Programme on Immunization (EPI)—kini dikenal sebagai Essential Programme on Immunization—untuk mengembangkan dan memperluas program imunisasi di seluruh dunia.

Vaksinasi anak yang meluas telah menurunkan angka penyakit secara drastis di skala global. WHO kini merekomendasikan vaksinasi pada usia 9 bulan di wilayah yang campaknya umum, dan pada usia 12–15 bulan di wilayah lain.

Dosis kedua direkomendasikan untuk semua anak, sangat penting untuk melindungi sekitar 15 persen anak yang belum membentuk kekebalan protektif setelah dosis pertama.

Kemunduran sementara akibat sebuah makalah yang bermasalah

Pelaksanaan vaksinasi anak di Kabupaten Tasikmalaya. (IDN Times /Yudi Rohmansyah)

Pada 1998, terjadi kemunduran kecil ketika sebuah makalah yang bermasalah terbit dalam jurnal The Lancet dan mengklaim kaitan vaksin MMR dengan autisme tanpa bukti ilmiah kuat.

Dampak publikasi itu—ditambah misinformasi kelompok antivaksin di negara berpendapatan tinggi—menyebabkan penurunan cakupan vaksinasi di bawah ambang perlindungan komunitas dan memicu kembali meningkatnya kasus campak di Inggris dan Wales, serta di beberapa bagian AS dan Kanada.

Pada 2010, British General Medical Council menyatakan penulis utama studi tersebut melakukan pelanggaran etik. Makalahnya ditarik dari jurnal The Lancet, dan penulisnya dilarang praktik kedokteran.

Dampak global vaksinasi dan tren terkini

Antara tahun 2000–2023, vaksinasi campak mencegah lebih dari 60 juta kematian di seluruh dunia.

Namun, meskipun vaksin aman dan efektif secara biaya tersedia, kematian global akibat campak sempat meningkat sebelum pandemi COVID-19. Pada 2019, tercatat lebih dari 207.000 kematian akibat campak secara global, bersamaan dengan jumlah laporan kasus tertinggi dalam 23 tahun.

Sudah 93,7 juta nyawa terselamatkan, dan terus bertambah

Tidak ada vaksin yang lebih efektif dalam mengurangi beban penyakit dan kematian anak dibanding vaksin yang mengandung komponen campak. Ketika para peneliti baru-baru ini memodelkan dampak kesehatan masyarakat global dan regional dari 50 tahun vaksinasi melalui Expanded Programme on Immunization, mereka memperkirakan bahwa sejak 1974, vaksinasi telah mencegah 154 juta kematian, dengan kontribusi terbesar—93,7 juta nyawa terselamatkan—berasal dari vaksinasi campak.

Pasca pandemi COVID-19, cakupan vaksinasi mandek

Meskipun proporsi anak yang menerima dua dosis vaksin yang mengandung komponen campak meningkat secara signifikan sejak tahun 2000, tetapi tingkat imunisasi dalam beberapa tahun terakhir mengalami stagnasi. WHO merekomendasikan dua dosis vaksin agar anak terlindungi sepenuhnya dari campak, tetapi pada tahun 2023, hanya 74 persen anak di seluruh dunia yang menerima kedua dosis tersebut (66 persen di negara-negara berpendapatan rendah).

Walaupun satu dosis vaksin memberikan perlindungan parsial terhadap campak, proporsi anak yang menerima tingkat cakupan ini juga mandek di 83 persen, yakni 3 persen lebih rendah dibandingkan tingkat prapandemi COVID-19.

Untuk membantu membalikkan tren ini, pada Mei 2024 Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (Gavi) meluncurkan kampanye imunisasi kejar terbesar sepanjang sejarahnya, dengan target menjangkau hingga 100 juta anak di 20 negara Afrika.

Virus campak adalah salah satu agen infeksi paling menular di planet ini: satu orang yang terkena campak dapat menularkan hingga 18 orang lainnya. Artinya, porsi yang sangat besar dari populasi perlu divaksinasi agar tercapai kekebalan kelompok—kondisi di mana bahkan mereka yang tidak bisa divaksinasi atau tidak merespons vaksin secara optimal tetap terlindungi karena virus tidak lagi menemukan orang baru untuk ditulari. Setelah kekebalan kelompok terbentuk dan dipertahankan selama beberapa waktu, virus akan perlahan menghilang.

Dalam kasus campak, 95 persen populasi perlu diimunisasi untuk mencapai kekebalan kelompok. Di bawah ambang ini, wabah dan kematian yang sebenarnya dapat dicegah akan terus terjadi. Itulah sebabnya imunisasi rutin dan kampanye imunisasi kejar sangat penting.

Referensi

"Measles." History of Vaccines. Diakses Agustus 2025.

"History of the Measles Vaccine." World Health Organization. Diakses Agustus 2025.

"The story of measles in five charts." Gavi. Diakses Agustus 2025.

Editorial Team