Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sensory Overload: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatan

ilustrasi sensory overload (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi sensory overload (pexels.com/Ron Lach)

Sensory overload atau kelebihan sensorik terjadi ketika pancaindra mendapat banyak rangsangan dari lingkungan sekitar, sementara otak kesulitan memilah dan menyesuaikan.

Sebagai contoh, seseorang secara bersamaan terpapar lampu sorot yang menyilaukan, mendengar suara riuh, dan mencium aroma parfum dari orang sekitar. Hal ini dapat memicu gejala sensory overload.

Pada dasarnya, siapa saja bisa mengalami sensory overload. Namun, perlu diingat jika penyebabnya bisa berbeda-beda pada masing-masing orang. Sering kali sensory overload dikaitkan dengan kondisi medis tertentu, seperti autisme, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan gangguan pemrosesan sensorik. 

1. Gejala

ilustrasi ketakutan (pexels.com/Faruk Tokluoğlu)
ilustrasi ketakutan (pexels.com/Faruk Tokluoğlu)

Gejala sensory overload bisa bervariasi dan sifatnya spesifik berdasarkan kasus yang dialami seseorang. Namun, gejala umum yang sering teridentifikasi di antaranya:

  • Iritabilitas ekstrem.
  • Kesulitan untuk fokus.
  • Perasaan gelisah dan tidak nyaman.
  • Ketakutan, cemas, atau stres dengan lingkungan sekitar.
  • Kecenderungan untuk selalu menutup telinga atau menutup mata akibat rangsangan yang diterima pancaindra.
  • Tingkat kepekaan sangat tinggi terhadap sesuatu yang mengenai kulit misalnya label pakaian atau tekstur kain.

2. Penyebab

ilustrasi panik berlebihan (pexels.com/Engin Akyurt)
ilustrasi panik berlebihan (pexels.com/Engin Akyurt)

Pancaindra mendapatkan informasi sensorik dari lingkungan sekitar, sedangkan otak menafsirkan informasi tersebut untuk kemudian menentukan bagaimana suatu respons itu tercipta. Namun, ketika terlalu banyak informasi sensorik bersaing untuk ditafsirkan, otak seolah bingung memfokuskan mana yang harus diprioritaskan.

Ketika sensory overload terjadi, otak memberi sinyal kepada tubuh untuk menjauh dari paparan yang jadi pemicunya. Tidak jarang ini termanifestasi lewat reaksi panik yang berlebihan.

3. Kondisi terkait

ilustrasi menjerit (pexels.com/Skylar Kang)
ilustrasi menjerit (pexels.com/Skylar Kang)

Sensory overload dapat menjadi gejala umum dari kondisi kesehatan tertentu, seperti:

  • Autisme: Studi dalam Journal of Intellectual & Developmental Disability menjelaskan, orang dengan autisme dikaitkan dengan hipersensitivitas terhadap input sensorik, yang mana hal ini memungkinkan terjadinya sensory overload.
  • Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD): Dapat terjadi ketika informasi sensorik bersaing untuk mendapatkan validasi dari otak, sehingga dapat berkontribusi terhadap gejala sensory overload.
  • PTSD: Kondisi mental ini juga dapat memicu sensory overload, terlebih ketika episode PTSD kambuh.
  • Fibromialgia: Sensory overload sering menjadi salah satu gejala fibromialgia.
  • Multiple sclerosis: Karena kondisi ini berkaitan erat dengan impuls saraf, maka bukan tidak mungkin penderitanya mengembangkan sensory overload.
  • Kondisi lain: Gangguan pemrosesan sensorik, sindrom kelelahan kronis, dan sindrom Tourette juga dikaitkan dengan sensory overload.

4. Diagnosis

ilustrasi pemeriksaan dokter (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi pemeriksaan dokter (pexels.com/cottonbro)

Ada tes khusus yang akan digunakan dokter untuk membantu mengidentifikasi masalah terkait sensory overload. Tes tersebut yakni Sensory Integration and Praxis Tests (SIPT) dan Sensory Processing Measure (SPM).

Dalam kebanyakan kasus dokter mungkin merekomendasikan ini kepada pasien yang diduga mengalami sensory overload dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala yang paling umum. Hal ini disebut-sebut sebagai cara termudah untuk mengidentifikasi sensory overload

5. Perawatan

ilustrasi sesi terapi (pexels.com/SHVETS production)
ilustrasi sesi terapi (pexels.com/SHVETS production)

Sebagian besar opsi perawatan yang ditawarkan oleh dokter untuk meminimalkan sensory overload adalah menghindari pemicunya dan menjaga kesehatan dengan istirahat cukup dan hidrasi yang baik.

Studi dalam American Journal of Occupational Therapy mengungkap, metode terapi yang disebut dengan integrasi sensorik kemungkinan memiliki efektivitas dalam meredakan gejala sensory overload.

Pada kasus yang terjadi di kalangan anak-anak, bisa diberikan terapi makan dan terapi okupasi untuk membantu mengelola rangsangan dan pemicunya.

Sementara itu, apabila sensory overload menjadi tanda dari sebuah kondisi medis tertentu, maka pilihan pengobatan dan perawatan didasarkan pada diagnosisnya. Misalnya, obat aripiprazole mungkin diresepkan dokter untuk menangani masalah pemrosesan sensorik pada anak dengan autisme.

Sensory overload terjadi ketika otak kewalahan menanggapi rangsangan yang ditangkap oleh pancaindra dari lingkungan sekitar. Ini bisa melibatkan lebih dari satu pancaindra.

Nah, kalau saat sedang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kondisi ini, cobalah untuk mencari tahu pemicunya. Kalau kondisi ini sudah memengaruhi kehidupanmu secara signifikan, cobalah untuk konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan opsi perawatan sesuai kondisi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us