ilustrasi virus corona varian Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)
Para peneliti Denmark ingin agar penelitian selanjutnya mencari tahu siapa saja pasien COVID-19 yang lebih berisiko terkena long COVID. Salah satu peneliti dari SSI, Anders Peter Hviid, menekankan pentingnya penelitian ini dalam menentukan kebijakan.
"Ini adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan saat menakar risiko dan manfaat dari... intervensi yang dilakukan dan vaksinasi," ujar Anders, dilansir Reuters.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), long COVID atau sindrom pasca-COVID-19 adalah gejala yang berlangsung tiga bulan setelah infeksi SARS-CoV-2 pertama dan berlangsung minimal 2 bulan. WHO mencatat antara 10–20 persen penyintas COVID-19 terdampak long COVID sehingga perlu penanganan jangka panjang.
Namun, pertanyaannya, apakah B.1.1.529 (Omicron) juga meningkatkan risiko long COVID? Sementara harus dicari tahu, dosen University of Exeter Medical School, David Strain, mengkhawatirkan hasil dari penelitian di Denmark tersebut juga bisa terjadi pada varian Omicron.
"Jika Omicron menimbulkan long COVID pada laju yang sama dengan varian-varian sebelumnya, dunia terancam krisis besar selama 12 bulan ke depan karena banyak orang yang terpapar virus tersebut," ujar David.