ilustrasi konsumsi minuman (pexels.com/Nicola Barts)
Dalam jurnal Rivista di psichiatria tahun 2013, dijelaskan bahwa sindrom amotivasi merupakan kondisi kejiwaan yang paling umum terjadi pada orang yang memiliki riwayat penggunaan zat psikoaktif. Ini adalah zat atau obat yang dapat mengubah kimiawi dan cara kerja otak.
Penggunaan zat psikoaktif dapat memengaruhi jalur dopaminergik, seperti menyebabkan lonjakan dopamin. Ketika kadar dopamin meningkat, akan menciptakan euforia atau perasaan bahagia yang hebat. Namun, penggunaanya yang terus-menerus dapat membuat otak menjadi kurang responsif terhadap dopamin. Ini kemudian membuat otak terus membutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk mencapai perasaan bahagia tersebut.
Perubahan ini akan menurunkan reseptor dopamin di mana otak tidak dapat merespons dopamin dalam kadar normal. Hal inilah yang kemudian membuat seseorang mengalami perasaan kehilangan motivasi atau tidak semangat akan hal-hal yang sebelumnya membuatnya tertarik.
Beberapa contoh zat psikoaktif yang umumnya dikaitkan dengan penyebab sindrom amotivasi adalah:
- Ganja: ganja merupakan penyebab paling umum sindrom amotivasi.
- Antidepresan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): penggunaan SSRI yang terus menerus dan dosis tinggi juga dilaporkan dapat menyebabkan gejala sindrom amotivasi.
- Stimulan: penggunaan stimulan secara berlebihan juga dapat menyebabkan sindrom amotivasi. Ini seperti amfetamin dan kokain.
- Sirup obat batuk: obat batuk biasanya diresepkan dengan opioid untuk menghilangkan rasa sakit atau dextromethorphan untuk menekan batuk. Bahan-bahan ini dapat memengaruh wilayah otak tertentu dan menyebabkan sindrom amotivasi.
- Pelarut organik: paparan yang berlebihan terhadap pelarut organik, seperti pengencer cat, lem, dan bensin juga bisa memicu gejala sindrom amotivasi.
Sindrom amotivasi pertama kali diidentifikasi pada tahun 1960-an. Namun, kondisi ini masih menjadi perdebatan dan kontroversi di kalangan para ahli bidang kesehatan mental, terutama terkait penyebabnya.
Para ahli belum menemukan kesepakatan final yang menjelaskan penyebab sindrom amotivasi, meski kebanyakan hal terkait zat psikoaktif mengarah pada kondisi ini. Namun berdasarkan beberapa penelitian, kondisi ini merupakan pengalaman yang nyata dan melemahkan.