Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan suami istri (freepik.com/jcomp)

Hubungan seksual antara suami istri merupakan suatu aktivitas yang berdampak positif bagi kesehatan maupun psikologis. Meski begitu, beberapa orang kesulitan mengendalikan aktivitas itu, bahkan sampai mengalami kondisi hiperseksual.

Banyak orang menganggap hiperseksual didasarkan pada frekuensi melakukan aktivitas seksual. Padahal hiperseksual lebih dari itu. Ini merupakan gangguan serius yang dapat berdampak pada kesehatan dan produktivitas sehari-hari.

Menurut penelitian, pria hiperseksual memiliki tingkat hormon oksitosin yang lebih tinggi dalam darahnya dibandingkan dengan pria tanpa kelainan gangguan tersebut (The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism, 2020). Hormon oksitosin memainkan peran penting dalam perilaku seksual, dan kondisi hormon yang tinggi dapat menyebabkan gangguan hiperseksual.

1. Apa itu hiperseksual?

ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/Polina Zimmerman)

Hiperseksual secara medis disebut perilaku seksual kompulsif atau lebih umum disebut kecanduan seksual. Ini terjadi saat seseorang memiliki obsesi terhadap seks, tindakan seksual, dan fantasi seksual yang tidak dapat dikendalikan.

Seorang hiperseksual menunjukkan sejumlah perilaku seksual bermasalah, seperti kecanduan konten pornografi, masturbasi berlebihan, atau melakukan aktivitas seksual dengan banyak pasangan.

Apabila perilaku seksual kompulsif tersebut tidak segera ditangani, maka lama-lama bisa merusak citra diri, hubungan, karier, kesehatan, dan orang lain. Kabar baiknya, hiperseksual bisa dikelola dengan pendekatan psikofarmalogi.

2. Peran oksitosin dalam perilaku hiperseksual

Editorial Team

Tonton lebih seru di