ilustrasi vaksin AstraZeneca (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Selain CoronaVac dari Sinovac, Indonesia juga menerima lebih dari 3,85 juta dosis vaksin dari perusahaan farmasi Inggris-Swedia, AstraZeneca-Oxford. Namun, setelah mendapatkan laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serius pada 16 Mei lalu, Kemenkes menghentikan distribusi 448.840 dosis AstraZeneca.
Apakah berarti AstraZeneca tidak aman? Tidak juga! Dari 3,85 juta, hanya 448.840 dosis batch CTMAV547 yang kembali menjalani uji toksisitas dan sterilitas di BPOM. Hasilnya dapat ditunggu 1-2 minggu. Berarti, selain batch CTMAV547, masyarakat tidak perlu ragu pada efektivitas vaksin AstraZeneca.
ilustrasi satu botol dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca (commons.wikimedia.org/Vacunació professionals)
Kembali lagi ke pedoman CDC, AstraZeneca-Oxford adalah salah satu merek vaksin yang mendapatkan EUA dari WHO dan termasuk dalam skema melalui skema COVAX Facility/WHO. Berarti yang menyelesaikan program vaksin AstraZeneca di Indonesia bisa mengabaikan protokol kesehatan? Lagi-lagi, tidak!
Efektivitas vaksin, termasuk AstraZeneca, tergantung dari berbagai faktor. Bukan hanya data efikasi, efektivitas vaksin bergantung dari:
- Kekuatan sistem imun bawaan
- Faktor individual seperti umur, genetik, ras, dan komorbiditas
- Peta penyebaran varian virus COVID-19
- Cakupan vaksinasi
- Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan
- Komitmen pemerintah terhadap upaya tracing, tracing, dan treatment (3T) COVID-19
Jikalau pemerintah telah melakukan bagiannya dengan menggalakkan upaya 3T dan memperluas cakupan vaksinasi, berarti masyarakat pun harus turut andil dengan mematuhi protokol kesehatan COVID-19, dari pakai masker hingga social distancing.