Penderita CIPA harus berada dalam pengawasan khusus dan terus menerus. Hal ini dikarenakan pasien CIPA bahkan tidak tahu apakah tindakannya menyakiti dirinya sendiri. Rasa sakit adalah alarm tubuh yang memberitahu bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, karena pasien CIPA tak bisa merasakannya, mereka harus selalu dipantau.
Contohnya, pasien CIPA dapat jatuh di tangga atau terjatuh dari lantai dua; namun, mereka tidak akan mengeluh "sakit". Ternyata, setelah menjalani rontgen, sudah patah tulang.
Proses tumbuh gigi saat masih balita pun juga harus diawasi. Kenapa? Karena tidak dapat merasakan sakit, anak-anak dengan CIPA dapat tidak sadar menggigit lidahnya sendiri dan tetap menjalani hari seperti biasa.
Mereka juga dapat tanpa sadar menderita abrasi kornea karena mengucek matanya terlalu keras tanpa sadar. Oleh karena itu, kebanyakan penderita CIPA memakai pelindung mata saat tidur atau menggunakan obat mata khusus.
Pasien CIPA juga rentan terkena osteomielitis, penyakit infeksi tulang. Hal ini dikarenakan mereka tanpa sadar telah memaksa sendi tulang mereka bekerja terlalu keras. Contohnya, saat orang biasa tidur dengan posisi tidak nyaman, mereka akan mencari posisi yang lebih nyaman, kan?
Tidak dengan pasien CIPA. Mereka tetap tidur seperti itu sehingga memperburuk kondisi tulang mereka. Osteomielitis bahkan dapat membuat pasien CIPA harus menjalani amputasi.
Namun, bahaya-bahaya itu tidak sebanding dengan ketidakmampuan pasien CIPA dalam mengontrol suhu tubuhnya.
Karena anhidrosis, pasien CIPA sering terkena hipertermia (demam tinggi) bila beraktivitas terlalu berat. Karena demam yang terlalu tinggi, mereka bisa terkena penyakit step.
Menurut statistik dari Tachdjian's Pediatric Orthopaedics pada 2014, 20 persen penderita CIPA meninggal saat berumur tiga tahun dikarenakan penyakit step yang disebabkan oleh hipertermia.