Tardive Dyskinesia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan

Tardive dyskinesia atau diskinesia tardif terjadi sebagai efek samping dari obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati kondisi mental, seperti skizofrenia dan yang sejenisnya.
Kondisi ini menyebabkan gerakan pada wajah dan tubuh yang tidak dapat dikendalikan. Individu dengan tardive dyskinesia mungkin akan sering mengedipkan mata, menjulurkan lidah, atau melambaikan tangan tanpa kendali.
Tidak setiap orang yang menggunakan obat antipsikotik mengalami tardive dyskinesia. Namun, bagi individu yang mengembangkannya, ini biasanya bersifat permanen. Jadi, jika mulai merasakan adanya gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, beri tahu dokter segera. Nantinya, dokter akan memberikan perawatan untuk meringankan gejala.
1. Gejala
Tardive dyskinesia menyebabkan gerakan kaku di luar kendali. Gerakan ini termasuk:
- Menjulurkan lidah.
- Mengedip-ngedipkan mata dengan cepat.
- Gerakan mengunyah.
- Mengerutkan bibir.
- Mengembungkan pipi.
- Menggoyangkan jari.
- Bergoyang dari sisi ke sisi.
Semua gerakan ini dapat dilakukan dengan cepat atau lambat. Akibatnya, individu yang mengalaminya mungkin menjadi sulit beraktivitas dengan nyaman.
2. Penyebab
Tardive dyskinesia biasanya disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat untuk gangguan mental, masalah perut, dan masalah neurologis. Namun, tidak semua orang yang mengonsumsi obat-obatan ini mengembangkannya dan dokter tidak tahu alasannya.
Antagonis dopamin adalah obat yang paling mungkin menyebabkan tardive dyskinesia. Neuron di sistem saraf membuat dopamin, suatu bahan kimia yang merupakan neurotransmiter. Perubahan kimia di otak membuat sebagian orang menjadi lebih sensitif terhadap dopamin. Sensitivitas ini kemudian menyebabkan saraf memicu gerakan tubuh yang berlebihan dan tidak disengaja.
3. Diagnosis
Jika dokter memberikan kamu obat yang dapat memicu tardive dyskinesia, dokter akan memperhatikan masalah tersebut. Selain dengan mengamati gerakan-gerakan yang tidak disengaja, dokter kesehatan juga mungkin akan melakukan sejumlah tes, di antaranya:
- Pemeriksaan fisik untuk menilai fungsi sistem saraf.
- Tes darah dan urine untuk memeriksa infeksi, penyakit, dan masalah lainnya.
- Electroencephalogram untuk mengukur aktivitas listrik di otak.
- Elektromiografi (EMG) untuk mengukur komunikasi antara otot dan saraf.
4. Pengobatan
Setelah mengamati adanya tardive dyskinesia, dokter mungkin akan mengurangi dosis obat pada pasien secara bertahap hingga benar-benar menghentikan pemberian obat.
Jika dokter merasa pasien perlu mendapatkan perawatan berkelanjutan, mereka mungkin akan meresepkan obat yang berbeda. Pada beberapa kasus, perubahan ini mampu menghentikan gejala tardive dyskinesia.
Beberapa perawatan yang diberikan dokter dapat meliputi:
- Tetrabenazine, yang merupakan obat yang disetujui untuk pengobatan gejala gangguan gerak.
- Suntikan Botox, untuk memblokir sinyal saraf selama beberapa bulan.
- Stimulasi otak dalam, untuk memblokir sinyal saraf yang tidak teratur ke area otak yang mengontrol gerakan.
5. Komplikasi yang bisa terjadi
Tardive dyskinesia dapat menurunkan kepercayaan diri dan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial. Isolasi semacam ini dapat menyebabkan atau memperburuk depresi atau kecemasan.
Selain penurunan kepercayaan diri, tardive dyskinesia juga dapat memengaruhi kualitas hidup karena menyebabkan:
- Gangguan pernapasan.
- Masalah gigi.
- Kesulitan menelan.
- Perubahan pada wajah, seperti mulut atau kelopak mata yang terkulai.
- Kesulitan berbicara.
Tardive dyskinesia relatif sulit diprediksi karena tidak semua orang yang menggunakan obat antipsikotik atau obat-obatan lainnya mengembangkan kondisi ini. Namun, kalau memiliki faktor risiko yang membuat kamu lebih rentan terhadap masalah ini, bicarakan dengan dokter untuk mengantisipasinya.