ilustrasi gen editing (freepik.com/freepik)
Pada bulan Januari 2013, makalah penting pertama yang menjelaskan penggunaan rangkaian genom bakteri untuk pengeditan gen—yang disebut "clustered regularly interspaced short palindromic repeats" atau disingkat CRISPR—diterbitkan.
Makalah penelitian terseubt menyoroti kemampuan menggunakan alat bakteri ini untuk menyederhanakan proses koreksi kelainan genetik.
Satu dekade kemudian, pada Desember 2023, akhirnya terwujud terapi gen pertama yang menggunakan alat CRISPR disetujui oleh FDA.
Obat ini dikembangkan bersama oleh Vertex Pharmaceuticals dan CRISPR Therapeutics, sebuah startup yang didirikan bersama oleh Emmanuelle Charpentier, salah satu pemenang Hadiah Nobel atas penemuan CRISPR-nya.
Terapi yang disebut Casvegy ini mengobati pasien anemia sel sabit dengan terlebih dahulu membuang sebagian sel sumsum tulang, mengedit gen di dalam sel tersebut, lalu mentransplantasikannya kembali ke tubuh pasien.
Data yang dipaparkan Vertex beberapa hari setelah obat tersebut disetujui menunjukkan bahwa perubahan genetik masih bertahan empat tahun setelah pasien dirawat.
Ini hanyalah permulaan dari potensi terapi gen yang memanfaatkan teknologi CRISPR. Sudah ada lusinan obat yang sedang dalam proses klinis. Sejak CRISPR pertama kali ditemukan, para ilmuwan juga telah mengembangkan alat generasi berikutnya dengan teknologi yang memungkinkan pengeditan gen lebih tepat dan membuka pintu untuk mengedit gen di dalam tubuh pasien sendiri. Beberapa perusahaan bioteknologi yang memanfaatkan teknologi ini telah meluncurkannya dalam beberapa tahun terakhir, dan obat pertama yang dikembangkan menggunakan alat generasi berikutnya juga telah memasuki uji klinis.