Lagu satire Inggris era Perang Dunia II yang mengejek kondisi fisik Adolf Hitler ternyata tak sepenuhnya salah. Sebuah dokumenter baru berjudul Hitler’s DNA: Blueprint of a Dictator yang diproduksi Channel 4 mengungkap bukti genetik yang mendukung rumor lama itu.
Dalam dokumenter tersebut, ahli DNA Profesor Turi King menganalisis sampel darah yang diambil dari kain sofa tempat Hitler mengakhiri hidupnya. Karena tak berhasil mendapatkan sampel DNA baru dari kerabat Hitler yang masih hidup di Austria dan Amerika Serikat, tim ilmuwan membandingkannya dengan hasil uji DNA dari kerabat laki-laki garis keturunan Hitler yang pernah dikumpulkan oleh jurnalis Belgia Jean-Paul Mulders dan sejarawan Marc Vermeeren. Hasilnya menunjukkan kecocokan sempurna pada kromosom-Y dan mengungkap mutasi pada gen PROK2, yang kuat dikaitkan dengan sindrom Kallmann.
Sindrom Kallmann adalah kondisi langka yang ditandai dengan pubertas yang terlambat atau tidak terjadi sama sekali, serta indra penciuman yang terganggu.
Kondisi ini termasuk dalam kelompok hipogonadotropik hipogonadisme, yaitu gangguan ketika tubuh tidak menghasilkan cukup hormon yang berperan penting dalam perkembangan seksual. Normalnya, hormon-hormon ini diproduksi oleh bagian otak yang disebut hipotalamus. Pada laki-laki yang lahir dengan kondisi ini, sering ditemukan ciri seperti penis berukuran sangat kecil (mikropenis) dan testis yang tidak turun ke skrotum (kriptorkidismus).
Profesor King menjelaskan kepada BBC Radio 4 bahwa gen PROK2 yang terhapus tersebut erat kaitannya dengan kadar testosteron rendah dan perkembangan abnormal organ seksual. “Sekitar 5–10 persen penderita sindrom Kallmann mengalami mikropenis,” katanya, dilansir Euronews.
