Dilansir Times of India, BA.2.75 juga memiliki "saudara", yaitu BA.2.74 dan BA.2.76. Menurut para peneliti dari INSACOG, ketiga varian ini lebih "andal" dan mudah menular dibanding varian BA.5, dan adalah "dalang" di balik kenaikan kasus di India bersama subvarian BA.2.38 yang ditemukan pada pertengahan Juni 2022.
"Turunan baru BA.2 ini telah menggantikan BA.2 yang dominan, sehingga lebih andal dan mudah menular. Inilah alasan reinfeksi dan breakthrough infection BA.2 terjadi di India," tutur peneliti dari INSACOG.
Selama 10 hari terakhir, data GISAID mencatat sebanyak 298 kasus BA.2.76, 216 kasus BA.2.74, dan 46 kasus BA.2.75 terlihat di India. First Post melansir bahwa India tengah kewalahan dengan kenaikan kasus COVID-19, dan pada Minggu (3/7/2022), tercatat 16.103 kasus baru.
"Untungnya, subvarian ini adalah turunan dari BA.2, yang mana kami telah memperoleh proteksi lintas varian dan imunitas sel T dari gelombang pandemik ke-3," imbuh INSACOG.
ilustrasi SARS-CoV-2 dalam satu tetes droplet (pixabay.com/geralt)
Menurut para peneliti dari Department of Biotechnology di bawah naungan Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi India, hingga saat ini kurang dari 100 kasus BA.4 dan BA.5 terdeteksi di India. Oleh karena itu, turunan BA.2 ini kemungkinan besar menjadi penyebabnya.
"Saat kami menguji sampel lama BA.2, kami menemukan BA.2.74 dan BA.2.75 serta profil mutasi uniknya, yang belum menjalani sekuens sampai baru-baru ini," ujar para peneliti dari Department of Biotechnology.
Apakah BA.2.75 akan jadi dominan? Belum diketahui. Hingga saat ini, gejala, efektivitas vaksin COVID-19, dan keparahan (risiko rawat inap dan mortalitas) BA.2.75 masih belum jelas karena kasus BA.2.75 masih minim. Meski begitu, subvarian ini harus tetap dipantau untuk mencegah ledakan kasus skala global.