Gagasan bahwa perempuan jadi korban perkosaan tidak akan bisa hamil mungkin dapat ditelusuri sampai ke Galen. Pada saat itu, dia percaya bahwa, seperti laki-laki, perempuan juga menghasilkan "benih" yang diperlukan untuk membuat anak dan akan melepasnya ketika orgasme.
Dengan logika itu, perempuan yang menjadi korban pemerkosaan dianggap tidak mampu menghasilkan "benih" ini, dan karenanya tidak bisa hamil. Teori Galen pun tertanam kuat hingga beberapa periode setelahnya. Seperti yang tercatat dalam buku "Rape and Ravishment in the Literature of Medieval England", gagasan ini terlihat dalam salah satu teks hukum Inggris pada Abad Pertengahan.
Singkatnya, sistem hukum tersebut melihat korban pemerkosaan yang hamil sebagai perempuan yang bersedia untuk melakukan hubungan seks. Konyolnya, sampai hari ini teori Galen masih memiliki banyak pendukung, di mana korban pemerkosaan justru disalahkan. Dalam kasus ini, perempuan yang jadi korban perkosaan dianggap menikmati pemerkosaan tersebut. Wah, kalau ini, sih, memang masih banyak dialami perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk di Tanah Air.
Nah, itulah tujuh miskonsepsi terbesar—yang bikin geram—tentang tubuh perempuan dalam sejarah. Bahkan, sampai saat ini, beberapa gagasan di atas masih tumbuh subur di sekitar kita.
Semoga saja dengan meningkatkan literasi dan pemahaman akan seks dan tubuh perempuan, kita dapat mengurangi, bahkan menghapuskan semua miskonsepsi tersebut.