Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You
Age VerificationThis content is intended for users aged 18 and above. Please verify your age to proceed.

4 Mitos Seks yang Masih Banyak Dipercaya, Kupas Faktanya!

ilustrasi hubungan seks (unsplash.com/We-Vibe Toys)
Intinya sih...
  • Seks pertama kali tidak selalu menyakitkan untuk perempuan, tergantung pada faktor-faktor seperti kepercayaan, rileksasi, dan komunikasi dengan pasangan.
  • Pria tidak selalu siap untuk bercinta kapan pun, karena gairah seksualnya dipengaruhi oleh faktor psikologis, kelelahan, dan hubungan emosional dengan pasangan.
  • Frekuensi hubungan seksual yang tinggi tidak menentukan keharmonisan dalam hubungan, karena kualitas hubungan lebih penting daripada kuantitas.

Seks masih menjadi topik yang diselimuti oleh banyak mitos dan kesalahpahaman tersendiri, bahkan di era digital saat ini. Sayangnya masih banyak informasi keliru yang justru tetap dipercaya oleh orang-orang karena memang diwariskan secara turun-temurun tanpa dikaji secara ilmiah atau pun medis.

Percaya pada mitos terkait seks bukan hanya menyesatkan, namun juga bisa membawa dampak buruk terhadap kondisi fisik, emosional, hingga hubungan jangka panjang dengan pasangan. Oleh sebab itu, coba simaklah terlebih dahulu mitos seks berikut ini yang masih banyak dipercaya, sehingga dapat mengecek kebenarannya.

1. Seks pertama kali selalu menyakitkan untuk perempuan

ilustrasi pasangan (unsplash.com/Emiliano Vittoriosi)

Banyak orang yang percaya bahwa hubungan seksual pertama untuk perempuan pasti menyakitkan, padahal ini tidak sepenuhnya benar. Secara medis rasa sakit tersebut memang dapat terjadi namun pada umumnya diakibatkan karena ketegangan, kurang komunikasi, hingga foreplay yang dinilai tidak cukup.

Jika pasangan saling percaya, rileks, dan memahami kondisi tubuh, maka rasa sakit tersebut dapat diminimalkan atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Penting untuk selalu menggunakan pelumas apabila diperlukan melakukan foreplay dengan optimal, serta menjaga suasana agar perempuan tetap merasa rileks ketika melakukannya.

2. Pria selalu siap untuk bercinta kapan pun

ilustrasi seorang pria (unsplash.com/We-Vibe Toys)

Stereotip ini memang berasal dari anggapan bahwa pria seolah memiliki gairah tinggi dan siap untuk melakukan hubungan seks kapan pun. Namun, faktanya ternyata gairah seksual pada pria sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis, kelelahan, hingga hubungan emosional yang dimilikinya dengan pasangan.

Menekan pria untuk selalu merasa siap justru akan membuatnya mengalami tekanan mental dan ketidaknyamanan dalam menjalani hubungan. Tidak heran apabila komunikasi terbuka seolah menjadi aspek penting agar tidak ada pihak yang justru masih terbebani dengan ekspektasi seks yang keliru.

3. Semakin sering bercinta, maka hubungan semakin harmonis

ilustrasii hubungan seksual (unsplash.com/Claudia Love)

Banyak pasangan yang mengira bahwa frekuensi dari hubungan seksual yang tinggi justru bisa menentukan keharmonisan dalam hubungan, padahal ini sebetulnya mitos yang menyesatkan. Kualitas hubungan ternyata dianggap lebih penting daripada kuantitas, sebab kebutuhan dari tiap pasangan bisa saja berbeda-beda.

Hubungan yang sehat pada umum ditandai dengan keintiman emosional, komunikasi yang terjalin dengan baik, serta rasa saling menghargai, sehingga tidak hanya dapat diukur dari kuantitas berhubungan seksual. Menjadikan seks sebagai indikator utama justru hanya akan menimbulkan rasa bersalah atau bahkan tekanan apabila hal ini tidak terpenuhi.

4. Kontrasepsi hanya tanggung jawab perempuan

ilustrasi obat KB (unsplash.com/Reproductive Health Supplies Coalition)

Masih banyak orang yang berpikir bahwa perempuanlah yang bertanggung jawab untuk urusan kontrasepsi, padahal kenyataannya kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama. Ada berbagai pilihan kontrasepsi yang umum digunakan oleh para pria, seperti kondom atau vasektomi.

Menjadikan kontrasepsi sebagai urusan satu pihak saja justru hanya akan menimbulkan ketimpangan dalam hubungan tersebut, serta membebani secara fisik atau mental bagi salah satunya. Keterlibatan pria dalam keputusan ini bukan hanya dapat menciptakan hubungan yang lebih sehat, namun juga mendukung dalam aspek reproduksinya.

Mitos seputar seks memang dapat berdampak negatif apabila terus dipercaya tanpa pengetahuan yang benar dan terbuka. Padahal edukasi seksual yang akurat tentu bisa membangun hubungan yang sehat dan minim konflik. Sebaiknya cari tahulah terlebih dahulu dari sumber yang terpercaya daripada langsung mempercayai seputar mitos belaka!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan