Untuk memutuskan apakah rendahnya frekuensi keintiman fisik melalui aktivitas seks merupakan masalah atau tidak, ini sepenuhnya dikembalikan kepada masing-masing pasangan yang menjalani pernikahan. Bila menganggap hal tersebut bisa diterima, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan setelah memastikan kedua belah pihak telah menyepakatinya.
Akan tetapi, bila terdapat perbedaan pendapat dalam memandang hal tersebut, maka itu bisa dipertimbangkan sebagai kondisi sexless marriage yang perlu penanganan lebih lanjut. Cobalah untuk berdiskusi secara terbuka dengan pasangan dan tetap berusaha memahami kondisi pasangan.
Konsultasi dengan psikolog atau terapis profesional mungkin akan lebih membantu apabila kamu dan pasangan tidak tahu harus memulai dari mana. Pastikan untuk saling terbuka, mendengarkan, dan berkomunikasi secara asertif agar tidak menyakiti pasangan.
Tidak semua hubungan dengan frekuensi seks yang minim lantas menjadi bermasalah. Namun, jika kamu merasa berada dalam hubungan sexless marriage, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengomunikasikannya dengan pasangan untuk mencari solusi bersama. Sebagian besar penyebab sexless marriage bisa ditangani dengan berkompromi.
Lagi pula kamu tidak sendirian menghadapi ini, bukan? Bicarakan baik-baik dengan pasanganmu, ya. Bila masih belum menemukan solusi, pertimbangkan untuk menemui terapis, psikolog, konselor profesional.
Penulis: Dian Rahma Fika Alnina