Ilustrasi vagina (unsplash.com/Timothy Meinberg)
Coba perhatikan volume dan tekstur cairan yang menjadi penyebab vagina basah. Cek, bagaimana warnanya. Sebab, peningkatan jumlah dan perubahan warna cairan bisa menunjukkan kemungkinan adanya infeksi tertentu.
Infeksi-infeksi berikut menjadi alasan di balik produksi cairan berlebih yang gak seperti biasanya.
Menyebabkan produksi cairan bertekstur, layaknya keju cottage. Infeksi menimbulkan rasa gatal, terbakar, kering di area vagina.
Penggunaan obat over the counter bisa membantu meringankan. Beberapa kasus juga memerlukan antibiotik resep untuk menuntaskan jamur.
Terjadi ketika jumlah bakteri gak seimbang di area vagina. Hasilnya, cairan akan berubah menjadi putih, abu-abu, atau kuning dan berbau amis.
Baunya bahkan bisa lebih parah setelah berhubungan badan. Beberapa gak mengalami gejala, sementara indikasi yang umum menandakan vaginosis bakterialis ada rasa gatal atau terbakar.
Penyebab vagina basah berikutnya adalah salah satu infeksi menular seksual. Efek dari kondisi ini yakni menyebabkan vagina mengeluarkan cairan dan menjadi basah. Berbeda dengan kondisi normal, trikomoniasis membuat cairan berubah kekuningan atau kehijauan.
Ada kalanya gejala muncul dengan cairan keputihan yang berbuih dan baunya gak sedap. Terlebih setelah mengalami haid. Gejala bisa bertambah menjadi rasa gatal dan lembap sehingga bikin gak nyaman.
Penyebab vagina basah ternyata tidak melulu karena terangsang. Kenali bentuk cairan yang keluar, ya. Apabila muncul aroma yang mengganggu, warna pekat dan mencolok, bahkan timbul rasa gatal, segera hubungi dokter.