Kabar baiknya, sifilis adalah infeksi bakteri. Maka, seharusnya bisa diobati 100 persen dengan antibiotik. Jika sifilis masih dalam tahap primer dan sekunder, maka antibiotik seperti penisilin bisa diandalkan. Namun, jika pasien alergi pada penisilin, maka antibiotik lain bisa digunakan, seperti:
Penisilin juga digunakan untuk merawat sifilis pada ibu hamil. Jika ibu hamil alergi, maka dokter akan menerapkan protokol desensitisasi penisilin. Dokter akan memberikan penisilin dosis ringan dalam beberapa jam sehingga respons sistem imun bisa menerima penisilin.
Perlu diketahui, protokol desensitisasi penisilin tidak menyembuhkan alergi terhadap penisilin. Akan tetapi, dengan begitu, sistem imun bisa menoleransi penisilin sementara. Jika memang ibu hamil alergi terhadap penisilin, jangan rahasiakan dari dokter.
Jika pasien mengalami neurosifilis, maka penisilin bisa diberikan secara intravena sehingga butuh rawat inap. Akan tetapi, jika sifilis sudah masuk tahap akhir, maka komplikasinya tak bisa dikembalikan. Sementara T. pallidum bisa dibasmi, pengobatan akan berfokus pada meringankan rasa sakit dan tidak nyaman.
Selama pengobatan, pasien diharapkan untuk menghindari hubungan seksual hingga semua chancre hilang dan dokter sudah mengizinkan. Pasangan dari pasien sifilis juga perlu mendapat perawatan, serta tak diperbolehkan untuk berhubungan seks sampai perawatan komplet.
Umumnya, pengobatan sifilis menimbulkan efek samping reaksi Jarisch-Herxheimer (JHR). Kondisi yang merupakan respons sistem imun ini umumnya hilang dalam 24 jam setelah perawatan. Gejala-gejala yang termasuk dalam JHR adalah:
- Demam.
- Panas dingin.
- Ruam.
- Mual dan muntah.
- Sakit kepala.
- Nyeri sendi dan otot.